Sejarah Astana Girigondo, Tempat Paku Alam IX Dimakamkan

Sejarah Astana Girigondo, Tempat Paku Alam IX Dimakamkan
Wakil Gubernur DIJ yang juga Raja Pura Paku Alaman, Sri Paduka Pakualam IX mengembuskan napas terakhir pada Sabtu (21/11) sekitar pukul 15.10 WIB di RSUP Dr. Sarjito Jogjakarta. Foto: Setiaky A.Kusuma

"Wisata religius kemudian kalah dengan wisata pantai dan wisata hiburan. Yang rajin datang ke sini, selain kerabat Pakualaman juga para pejabat di DIJ usai dilantik, biasanya mereka akan berkunjung ziarah ke makam Girigondo," terang Mas Wedana Wasiluddin yang sudah diminta menjadi juru kunci sejak tahun 1982 atau juru kunci generasi ke empat Makam Girigondo.

Makam Girigondo luasnya mencapai 10 hektare, tempatnya tenang dan nyaman. Tata cara yang lazim dilakukan para kerabat Pakualaman saat datang berizarah ke makam Girigondo biasanya diawali dengan mampir ke Masjid Pakualaman terlebih dahulu, di situ mereka akan berwudu dan salat jika sudah masuk saat salat, sebelum dilanjutkan ke atas (makam).

Wasiluddin mengisahkan, Masjid Pakualaman yang berada di dekat areal parkir atau pintu gerbang pertama jalan berundak menuju kompleks Makam Girigondo, awalnya adalah rumah untuk istirahat sebelum naik ke atas.

"Kalau dulu kan para kerabat datang ke sini naik kereta, karena jauh. Sehingga sebelum naik, transit atau istirahat dahulu di sini, sekitar tahun 1920-an oleh kerabat Pakualaman, kemudian karena dulu di sini belum ada masjid, maka dibanunlah masjid ini," katanya.

Serambi masjid masih asli yang dulu berasal dari daerah Gentan sisi selatan Desa Bendungan, Temon. Sudah beberapa kali melalami renovasi, hingga kemudian jadi seperti yang ada saat ini. Dan hingga saat ini, Masjid Pakualaman sudah menjadi satu kesatuan dengan kompleks makam Girigondo.

Usai bersuci dan beribadah di masjid, peziarah baru ke atas, dan sebelum masuk ke Makam Utama biasanya sejenak akan rehat beberapa waktu di bangsal khusus sambil melakukan persiapan. Bunga-bunga harum disiapkan, ditata sedemikian rupa, baru naik dan masuk ke makam utama.

Di hadapan puasara para leluhur, peziarah biasanya akan dibimbing juru kunci untuk membaca kalimat toyibah, tahlil, dzikir kemudian berdoa sebelum nyekar (tabur bunga). Setelah prosesi itu selesai, jika masih memiliki waktu luang, biasanya akan kembali ke bangsal sekadar duduk-duduk.

 "Momen itulah yang disebut mirunggan, setelah tenang baru kemudian turun dan pulang," bebernya. (tom/jko)


JOGJA – Rencananya, Jenazah KGPAA Paku Alam IX Ambarkusumo akan dimakamkan di Kulonprogo, tepatnya di pemakaman Astana Girigondo. Astana Girigondo


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News