Sejarah Perlawanan Kaum Wartawan

Sejarah Perlawanan Kaum Wartawan
Para deklarator Aliansi Jurnalis Independen (AJI) foto bersama usai menandatangani Deklarasi Sirnagalih, 7 Agustus 1994. Foto: Istimewa

Mereka bergerak cepat. Kronologi pembredelan dikumpulkan. "Saya lay out. Jadilah buletin FOWI selembar folio bolak-balik,” kenang Ging Ginanjar, yang saat itu bekerja sebagai wartawan DeTIK biro Bandung.

Ging yang sekarang menetap di Belgia, datang ke Jakarta untuk menghadiri acara ulang tahun AJI, tadi malam. “Buletin yang difotokopi ratusan eksemplar itu diedarkan di sebuah acara kesenian di Bandung. Alhasil, para seniman dan mahasiswa menyatakan sikap menentang pembredelan,” katanya.

Enam hari kemudian, Jakarta bergolak. Sejumlah jurnalis dan berbagai elemen demokratik turun ke jalan. Massa berkumpul di Sarinah, Jl. Thamrin, Jakarta Pusat. Mereka longmarch menuju Istana Presiden. Sesampai di depan kantor Radio Republik Indonesia (RRI), massa dihajar oleh Pasukan Huru Hara (PHH) dari unsur TNI. Darah tumpah akibat aksi brutal aparat. 

Tindakan represif ini memicu solidaritas perlawanan dari banyak kalangan di sejumlah kota. Puncaknya, terjadilah pertemuan di Wisma Sirnagalih, Puncak Bogor. Diikuti perwakilan dari Surabaya Press Club (SPC), Forum Wartawan Independen (FOWI) Bandung, Forum Diskusi Wartawan Yogyakarta (FDWY), dan Solidaritas Jurnalis Independen (SJI) Jakarta, beserta individu-individu pers dan kolumnis. 

Setelah melalui serangkaian perdebatan, hadirin bersepakat menandatangani Deklarasi Sirnagalih, 7 Agustus 1994. “Inti deklarasi ini menuntut dipenuhinya hak publik atas informasi, menentang pengekangan pers, menolak wadah tunggal untuk jurnalis, serta mengumumkan berdirinya Aliansi Jurnalis Independen yang kemudian disingkat AJI,” tulis buku Semangat Sirnagalih.

Bawah Tanah
 
Untuk menghindari tekanan aparat keamanan, sistem manajemen dan pengorganisasian diselenggarakan secara tertutup; gerakan bawah tanah. Dan yang muncul hanyalah majalah yang diterbitkan AJI. 

"Karena media massa hanya jadi kuda tunggang penguasa, maka untuk memberikan bacaan alternatif untuk rakyat, AJI menerbitkan majalah Independen. Ini senjata perlawanan kami," kata Santoso, Sekjen pertama AJI, yang hadir pada perayaan HUT AJI, tadi malam. 

Kala itu Santoso wartawan majalah Forum Keadilan yang pemimpin redaksinya Karni Ilyas. Kini dia pimpinan KBR 68H.   

ALIANSI Jurnalis Independen (AJI) menghelat resepsi ulang tahun ke 21 di Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jakarta Selatan, Jumat (4/9). Meski baru dihelat

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News