Sejarawan Mengulas Pernyataan Raja Keraton Agung Sejagat

Sejarawan Mengulas Pernyataan Raja Keraton Agung Sejagat
Keraton Agung Sejagat di Desa Pogung Jurutengah, Bayan, Purworejo, Jateng. Foto: ANTARA/dok. pribadi

jpnn.com, PURWOREJO - Sejarawan Purworejo Soekoso DM mengomentari pernyataan Raja Keraton Agung Sejagat Totok Santosa Hadiningrat tentang sejarah staatsblad Atlantik.

Soekoso menilai, pernyataan Totok merupakan hal yang ngoyoworo alias mengada-ada.

"Ngoyoworo sejarahnya, referensinya dari Raja Firaun hingga ada perjanjian antara Ranawijaya yang mewakili Majapahit, Syailendra, Sanjaya, Mataram Hindu dan Sriwijaya dan Majapahit untuk menandatangani staatsblad Atlanti?," kata sejarawan Purworejo Soekoso D.M. di Purworejo, Rabu (15/1).

Berdasarkan cerita Raja Keraton Agung Sejagat saat sidang kerajaan Minggu (12/1) intinya pada 500 tahun setelah berakhirnya Majapahit 1518 akan dikembalikan ke nusantara atau tanah Jawa.

"Menurut dia 500 tahun itu hitungannya pada 2018. Staatsblad itu tidak ada, dilihat dari bahasanya saja katanya perjanjiannya ditandatangani di Malaka dengan Portugis, istilah staatsblad itu Belanda, kalau Portugis tidak ada. Kalau memang hal itu betul di sejarah nasional kita pasti ada. Oleh karena itu Sang Raja itu mengada-ada," katanya.

Soekoso menuturkan, dalam sejarah memang Mataram Hindu abad 7-9, awalnya dinasti Sanjaya, kemudian didatangi dari Syailendra, Balaputadewa.

Akhirnya ada perang kecil kemudian ada perkawinan antara Balaputradewa dengan Pramudawardani yang kemudian membuat Borobudur, Prambanan dan seterusnya itu Mataram Hindu.

Kemudian ada bencana alam besar awal abad ke-11 yakni Gunung Merapi meletus besar maka hancurlah Mataram Hindu dan sebagian kadernya masih bisa lari ke Jatim.

Sejarawan Purworejo Soekoso DM membeber sejumlah kejanggalan pernyataan Raja Keraton Agung Sejagat.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News