Sekarang tidak Takut, Belanda Sudah tak Ada di Sini

Sekarang tidak Takut, Belanda Sudah tak Ada di Sini
Amina Sabtu. Foto: Malut Pos/JPG

“Dulu suka ketakutan jika ada yang tanya-tanya. Beliau takut tentara Belanda dan polisi akan datang mencarinya,” tutur Bujuna.

Hari-hari Amina kini memang lebih banyak dihabiskan di rumah berlantai semen tersebut. Rumah peninggalan orang tuanya itu merupakan saksi ketika perempuan yang oleh warga sekitar kerap disapa Nenek Na itu menjahit bendera bersejarah.

Ketika didatangi Abdullah, pemuda Mareku yang terkenal dengan semangat pemberontakannya, untuk menjahitkan bendera, Amina remaja sempat menolak. Hari itu tercatat 17 Agustus 1946.

“Saya tanya apakah nanti ada yang marah kalau kita jahit bendera? Dullah (Abdullah, red) bilang, jahit bendera saja kok dimarahi?” kata Amina yang dikaruniai tiga anak tersebut.

Abdullah terus meyakinkan sepupunya tersebut dengan mengatakan, bahwa perintah pengibaran bendera datang dari Jakarta. Amina pun luluh.

Nenek 12 cucu itu lalu mencari lembaran kain polos berwarna putih dan merah. Tak ada kain seperti itu di rumahnya.

Akhirnya, Amina mengambil kain penutup peti yang digunakan dalam Tarian Jin (salah satu tari tradisional masyarakat Tidore) yang kebetulan memiliki dua warna yang dibutuhkan.

“Saat itu orang kampung banyak yang lari sembunyi di hutan. Karena masih banyak tentara Belanda yang berkeliaran. Jadi saya sendiri di rumah,” kisahnya.

AMINA Sabtu. Perempuan yang berjasa menjahit bendera merah putih pertama yang dikibarkan di Maluku Utara, setahun setelah Indonesia Merdeka. 70 tahun

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News