Sekolah Lima Hari Menuai Kontroversi, Bagaimana Menurut Anda?

Sekolah Lima Hari Menuai Kontroversi, Bagaimana Menurut Anda?
LIMA HARI - Sistem sekolah lima hari dalam sepekan dinilai belum cocok diterapkan di Kabupaten Pekalongan. Foto: Muhammad Hadiyan/Radar Pekalongan/JPNN.com

Sebab, kebutuhan asupan dari pagi sampai sore hari tentu membutuhkan tambahan biaya.

"Kalau warga yang kurang mampu, kasihan. Yang tadinya siang bisa pulang terus makan di rumah, sekarang makan siang di sekolah," kata dia.

Di sisi lain, menurutnya, kebijakan ini juga akan berbenturan dengan pendidikan moral dan keagamaan di luar sekolah atau di kampung-kampung.

"Kultur kita kan, setelah pulang, sorenya anak-anak berangkat ke TPQ (Taman Pendidikan Quran) atau madrasah dinniyah. Sehingga, pendidikan moral di luar sekolah akan berkurang," ujar Bangkit.

Ia menuturkan, pembelajaran dari pagi sampai sore hari juga dinilai tidak efektif lantaran pengaruh stamina para siswa.

"Kalau sudah siang, mereka sudah loyo. Pembelajaran jadi tidak efektif. Takutnya ini juga akan mempengaruhi perkembangan mental para siswa ketika tumbuh dewasa. Tidak hanya para siswa, dengan jam kerja seperti ini, kondisi fisik guru juga menurun," tambahnya.

Saat ini saja, kata dia, para guru apabila ada jam tambahan baru bisa pulang jam 15.00 WIB. Jika kebijakan ini diterapkan, maka jam bertemu keluarga akan berkurang setiap harinya.

Hal sama juga diungkapkan Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Tirto, Nariko Candra K, kemarin (9/9). Menurutnya, libur Sabtu-Minggu tidak mempengaruhi pertemuan anak dengan keluarga.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy sedang merumuskan aturan yang menjadi dasar pemberlakuan sekolah lima hari, Senin sampai Jumat,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News