Selalu Malas Bermain Catur

Oleh Dahlan Iskan

Selalu Malas Bermain Catur
Dahlan Iskan di ladang gandum di pedesaan Amerika Serikat menjelang panen. Foto: Disway

jpnn.com - Saya selalu malas. Kalau diajak John Mohn main catur. Di rumahnya. Di Hays, Kansas.

Penyebabnya: saya malas berpikir lama-lama. Langkah catur saya selalu cepat. Hasilnya: kalah.

Saya pilih diajak main biliar. Di lantai bawah tanah. Di antara meja kerjanya dan meja kerja istrinya. Bisa lebih santai. Tertawa-tawa. Meski pun juga selalu kalah.

Meski saya tidak mau main catur John tidak sewot. Ia bisa main catur di komputer. Itulah hiburannya tiap hari. Malam-malam. Saat istrinya di meja kerja. Tidak jauh dari komputernya.

Di komputer itulah John menawarkan diri: siapa yang mau melawan dirinya. Tidak pernah menunggu lebih satu menit. Detik itu juga biasanya ada yang menerima tantangan.

Dari berbagai belahan dunia pula. Sesekali dari Indonesia.

John punya nama lain di komputer caturnya. Tidak ada nama John Mohn. Nama caturnya mengherankan saya: Apa Kabar.

”Mungkin ada yang mengira saya orang Indonesia,” ujar John.

Sebenarnya saya sendiri suka main catur. Bahkan pernah juara. Saat masih SD dulu. Juara baca Quran pula. Dan juara pidato. Tingkat kecamatan. Saat 17 Agustusan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News