Sengketa Internal Parpol Bikin Persiapan Pilkada Terancam

Sengketa Internal Parpol Bikin Persiapan Pilkada Terancam
PPP. Foto: dok.JPNN

Ia mengatakan, untuk mencegah hal tersebut harus diambil keputusan berdasarkan yuridis formal yakni putusan pengadilan yang benar. Mahkamah Konstitusi harus segera mengambil putusan terkait dualisme ini. Namun sayang, MK masih menggantungkan kasus ini.

"Yang juga patut dicatat, realitas politik tidak bisa dinafikan. Ini cerminan dari sisi parpol hukum dan politik diakomodir," kata dia.

Asep mengkhawatirkan ada ambisi kekuasaan yang besar. Kalau ini terjadi,  lanjutnya, tidak akan ada saling legowo. "Ini kembali ke aktor politik, agar mau untuk membangun demokrasi yang beradab," tegas dia lagi.

Sebelumnya, kepengurusan PPP mengultimatum setiap bakal calon kepala daerah yang akan bertarung ‎di pilkada serentak 2017 jika meminta restu kepada kepengurusan PPP lainnya. Ultimatum ini disampaikan ‎PPP kubu Djan Faridz, di Jakarta, Rabu (21/9).‎‎

Kepengurusan PPP hasil Muktamar VIII pada 30 Oktober 2014 sampai 2 November 2014 di Jakarta di bawah kepengurusan Djan adalah yang sah.

Hal ini sesuai dengan Putusan MA no 601 K/Pdt.sus.parpol/2015 tanggal 2 November 2015. Keputusan ini sudah berkekuatan hukum tetap (Putusan MA 601).

Dalam amar putusan MA 601 itu dijelaskan bahwa MA m‎engabulkan gugatan penggugat (kubu Djan Faridz) untuk menyatakan susunan kepengurusan PPP hasil Muktamar VIII pada tanggal 30 Oktober-2 November 2014 di Jakarta sebagaimana yang disahkan dalam Akta Pernyataan Ketetapan Muktamar VIII PPP.

Mengenai susunan personalia pengurusan dewan pimpinan PPP masa bakti 2014-2019 no 17 tanggal 7 November 2014, yang diakui MA adalah yang disahkan di hadapan H. Tedy Anwar SH. Spn. Notaris di Jakarta.

Kemudian menyatakan susunan pengurusan Muktamar VIII PPP di Surabaya pada tanggal 15-18 Oktober 2014 tidak sah dan batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya.

Bahwa surat keputusan MenkumHAM no N-HH-07. Ah.11.O1/2014 tanggal 28 Oktober 2014 yang mengesahkan susunan kepengurusan hasil muktamar Surabaya di bawah Ketum H. Romahumurziy M.T (SK Menkumham 2014) sudah dibatalkan.

JAKARTA - Guru besar hukum tata negara Universitas Parahyangan, Bandung, Asep Warlan Yusuf mengatakan, demokrasi dalam pelaksanaan pilkada bisa terancam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News