Sentil Menteri Yasonna, Petrus Selestinus: RPerpres Mereduksi Fungsi TNI

Sentil Menteri Yasonna, Petrus Selestinus: RPerpres Mereduksi Fungsi TNI
Koordinator TPDI bersama Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto saat dialog FAPP tentang sukses TNI-POLRI mengamankan Pemilu 2019 di ruang rapat Panglima TNI pada tanggal 29 Mei 2019. Foto: Dok. Petrus Selestinus for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Hukum dan HAM RI telah menyiapkan Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme.

RPerpres tersebut sebagai pelaksanaan dari ketentuan pasal 43i UU No. 5 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Perpu No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Draf tersebut telah dikirim ke DPR RI pada 4 Mei 2020 untuk mendapat persetujuan.

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus mengatakan TNI sebagai alat pertahanan negara mengemban tiga fungsi yaitu fungsi Penangkalan, Penindakan, dan Pemulihan, yang dilakukan dengan operasi militer selain perang. Di antaranya mengatasi Aksi Terorisme melalui keputusan politik Negara.

Selain itu, untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.

“Yang jadi masalah adalah fungsi TNI yang diatur oleh UU No. 34 Tahun 2004 Tentang TNI khusus untuk mengatasi aksi terorisme, selama ini nyaris terdengar, malah yang menonjol justru peran yang dilaksanakan oleh Polri dengan payung hukum UU Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, sedangkan untuk TNI, fungsi mengatasi aksi terorisme tidak diatur secara lebih jelas dan konprehensif dalam UU TNI atau melalui revisi UU TNI,” kata Petrus dalam pernyataan persnya, Sabtu (6/6) dini hari.

Oleh karena itu, Petrus sangat menyayangkan pendirian Pemerintah yang ingin mengefektifkan fungsi TNI untuk bidang Penangkalan, Penindakan dan Pemulihan aksi terorisme pada bagian hulu aksi terorisme, tetapi payung hukumnya hanya dengan sebuah Perpres sebagai kebijakan dan keputusan politik negara guna memenuhi ketentuan pasal 43i ayat Undang-Undang No. 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang berada pada bagian hilir.

Secara ilmu perundang-undangan, menurut Petrus, maka hal ihwal tentang tindakan hukum berupa Penangkalan, Penindakan dan Pemulihan oleh TNI tanpa diperinci bagaimana seharusnya fungsi itu dilakukan, batasan-batasan operasionalnya, syarat-syarat formil dan materilnya pelaksanaannya.

Hal itu, menurut Petrus, tidak boleh langsung dengan Perpres tetapi harus diatur terlebih dahulu dengan UU. Apalagi UU No. 34 Tahun 2004 Tentang TNI belum mengatur secara memadai fungsi TNI untuk Penangkalan, Penindakan dan Pemulihan mengatasi aksi terorisme.

Menurut Petrus Selestinus, TNI harus mengoreksi keputusan politik negara berupa Perpres yang rancangannya sudah dibuat Menkum HAM RI Yasonna Laoly.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News