Serahkan Pendapatan Royalti Buku ke Wati

Serahkan Pendapatan Royalti Buku ke Wati
Ita Siti Nasyiah (kiri) bersama Sumiarsih.
Kedekatan itulah yang membuat Ita berpikir untuk menulis buku tentang kisah Sumiarsih. Dia menganggap cerita kehidupan wanita yang sudah dipenjara hampir 20 tahun lamanya. Ita menganggap Sumiarsih sosok kontroversial. Di satu sisi dia dianggap orang yang kejam. Di sisi lain dia orang yang berjiwa sosial dan mau berkorban untuk keluarga.

 ”Dia jadi seperti itu karena ingin melihat anak dan saudara-saudaranya hidup bahagia,” kata Ita.

Ide menulis buku tentang kisah hidup Sumiarsih itu sudah diungkapkan Ita sejak 2006. Saat itu sudah dapat izin dari Sumiarsih sendiri. Waktu itu, putri pasangan Bogiyat-Saropah itu hanya mengatakan bahwa kisah kehidupan Sumiarsih bagus untuk dibukukan. ”Mendengar pernyataan saya itu Bu Sih menjawab terserah Mbak Ita saja. Apapun yang Mbak Ita lakukan, saya percaya,” ujar Ita menirukan ucapan Sumiarsih.

Tapi, jawaban itu tidak langsung direspons. Ilham untuk benar-benar menulis itu muncul setelah ada penolakan grasi dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang disampaikan pada 10 Juni lalu. ”Izin resmi dari Bu Sih untuk menulis baru saya dapat 11 Juli 2008 lalu, melalui tulisan tangannya sendiri,” katanya.

Pembuatan buku setebal 180 halaman yang diterbitkan JP Books itu pun cukup singkat. Hanya membutuhkan waktu satu bulan dengan masa cetak lima hari. Ia mengaku berterima kasih kepada chairman Jawa Pos Dahlan Iskan yang membantu memberi pengantar buku yang kini sudah beredar itu. ” Harga jualnya Rp 25 ribu, “ kata Ita.

Istri Jusak Sunaryanto itu  mengakui pembuatan buku itu bukan untuk kepentintan dirinya pribadi. Dia sudah bertekad memberikan royalti bukunya untuk Wati. Tujuannya, agar anak Sumiarsih itu tetap kuat dan Tabah menghadapi cobaan yang berat itu. Ita ingin bisa membantu Wati mendapat uang untuk menyekolahkan putrinya (cucu Sumiarsih). ”Saya juga merasa kehilangan,” ucap Ita.

Ita merasa ikut terpukul saat mengetahui Sugeng dan Sumiarsih benar-benar akan dieksekusi. Meski namanya masuk daftar orang yang boleh mengunjungi Sumiarsih dan Sugeng saat berada di sel isolasi (jelang eksekusi), kesempatan itu tidak diambil. ”Bayangkan, kita bertemu dengan orang yang mau mati. Pasti kami akan tangis-tangisan. Makanya, saya memilih mundur,” katanya. (el)

Ita Siti Nasyiah, penulis buku ”Mami Rose”, butuh waktu delapan tahun untuk mengumpulkan data tentang Sumiarsih. Dia mengakui kedekatannya


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News