Seskoal Menawarkan Cara Baru Penyelesaian Sengketa Maritim

Seskoal Menawarkan Cara Baru Penyelesaian Sengketa Maritim
Komandan Seskoal Laksamana Muda TNI DR. Amarulla Octavian (tengah) saat Seminar Internasional yang diselenggarakan oleh Universitas Diponegoro (Undip) di Semarang, Jawa Tengah. Foto: Penerangan Seskoal

jpnn.com, SEMARANG - Komandan Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Laut (Danseskoal) Laksamana Muda TNI DR. Amarulla Octavian menjadi Keynote Speaker pada Seminar Internasional yang diselenggarakan oleh Universitas Diponegoro (Undip) di Semarang beberapa hari lalu.

Seminar tersebut diselenggarakan dalam rangka Dies Natalis 2018 dengan tema “Maritime Conflict and National Integration in the Indo-Pacific Region”.

Direktur Kerja Sama Riset dan Industri DR. Ir. Bambang Purwanggono bertindak mewakili Rektor Undip membuka secara resmi seminar yang dihadiri sekitar 150 mahasiswa, dosen, pakar, pemerhati dan undangan lainnya.

Seminar terbagi ke dalam dua sesi dengan menampilkan pembicara para akademisi antara lain Ismail Fajrie Alatas dari New York University; DR. Maitrii V. Aung-Thwin dan DR. Donna Brunero dari National University of Singapore; DR. Diotima Chattoraj dari University of Brunei Darussalam; Prof. DR. Matthew C. Maglana dari University of the Philippines; Frank Dhont, Ph.D dari National Cheng Kung University Taiwan, dan DR. Xu Xiaodong dari Guangxi Normal University China.

Peluang baru penyelesaian konflik maritim di kawasan Indo-Pasifik dipaparkan secara runut oleh Laksamana Muda TNI DR. Amarulla Octavian dengan judul Maritime Disputes in the Indo-Pacific Region: Indonesia’s New Strategic Blue Print.

Amarulla membeberkan beberapa sengketa maritim yang terjadi di Laut Cina Timur, Laut Cina Selatan dan termasuk Blok Ambalat. Sengketa tersebut disebabkan klaim sejarah dan/atau klaim hukum beberapa negara.

Menurut Danseskoal, hasil penelitian Seskoal menunjukkan bahwa sebagian besar klaim yang dilakukan secara unilateral memicu konflik maritim yang dapat berakibat perlombaan senjata dan rivalitas militer. Jika kondisi ini berlarut, maka tidak menutup kemungkinan meletusnya perang terbuka.

“Peluang baru yang dipaparkan pada dasarnya adalah mengubah sengketa menjadi kerja sama. Peluang tersebut menawarkan konsep kerja sama atas wilayah sengketa maritim untuk kepentingan bersama para pihak yang bersengketa,” kata Danseskoal.

Hasil penelitian Seskoal menunjukkan sebagian besar klaim secara unilateral memicu konflik maritim yang berakibat perlombaan senjata dan rivalitas militer.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News