SETARA Institute Soroti Kandidasi Pilpres dan Normalisasi Pelanggaran Konstitusi

SETARA Institute Soroti Kandidasi Pilpres dan Normalisasi Pelanggaran Konstitusi
Direktur Eksekutif SETARA Institute Ismail Hasani. Foto: Dokpri for JPNN.com

“Jika semua ciri Orde Baru sudah terakumulasi, maka wajar kecemasan rakyat tentang kebangkitan otoritarianisme bukanlah gosip para aktivis demokrasi atau elite politik. Situasi ini diperburuk dengan korupsi kolusi dan nepotisme yang menurut Omi Komaria Madjid (12/11), dipertontonkan tanpa malu,” ujar Ismail Hasani.

Menyikapi dinamika ketatanegaraan mutakhir, menurut Ismail, SETARA Institute menolak normalisasi pelanggaran konstitusi dengan tetap mendorong publik peka dan menjadikan kontroversi Putusan 90/PUU-XXI/2023 sebagai variabel dalam menentukan pilihan dalam Pemilu nanti.

“Cara ini sekaligus sebagai bagian pengawasan publik agar Pemilu dijalankan secara berintegritas dan adil,” ujar Ismail.

Menurut Ismail, SETARA Institute mendorong penyelenggara Pemilu menjadi aktor utama yang menjaga integritas Pemilu sehingga tercipta keadilan elektoral (electoral justice) pada setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu.

Lebih lanjut, SETARA Institute menentang segala bentuk intervensi, intimidasi, dan netralitas artifisial yang ditunjukkan oleh beberapa pihak.

Dia mengatakan netralitas buatan bukanlah netralitas yang autentik, karena di satu sisi menyerukan netralitas dan menyatakan tidak ada intervensi, tetapi di sisi lain tetap membiarkan orkestrasi kandidasi, mobilisasi sumber daya, termasuk tidak melakukan upaya maksimum memastikan keadilan Pemilu.(fri/jpnn)

Tiga pasangan Capres dan Cawapres telah ditetapkan oleh Komisi KPU termasuk Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Jokowi, yang berpasangan dengan Prabowo.


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News