Setop Stigma Korban COVID-19, Masyarakat Harus Tingkatkan Toleransi

Setop Stigma Korban COVID-19, Masyarakat Harus Tingkatkan Toleransi
Pemakaman jenazah pasien positif corona. Foto Ricardo/jpnn.com

jpnn.com, SURABAYA - Dokter Okupasi dengan Profesional di Bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Shoim Hidayat, mengatakan masyarakat harus meningkatkan toleransi di tengah pandemi corona.

Pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga ini meminta masyarakat untuk tidak memberikan stigma kepada para korban yang terpapar virus Corona (COVID-19), termasuk keluarga, tetangga, maupun rekan-rekan di lingkungan kerjanya.

"Hal ini memang agak sulit dihindari. Karena itu, kami tak pernah bosan-bosannya mengingatkan kalau orang yang terkena COVID-19 tidak boleh disingkirkan dari lingkungannya," kata Shoim, Kamis (7/5).

Menurut Shoim, munculnya stigma kepada para korban dan orang-orang terdekatnya karena minimnya informasi akurat yang diperoleh masyarakat mengenai COVID-19.

Selain informasi akurat, tingkat toleransi masyarakat dinilai mulai menurun.

"Kita harus introspeksi, mungkin, karena kurangnya rasa toleransi terhadap sesama dan pengetahuan masyarakat terhadap virus ini juga perlu ditingkatkan," katanya.

Contoh stigma yang terjadi baru-baru ini adalah penolakan jenazah yang merupakan korban COVID-19. Misalnya, seperti yang terjadi di Semarang, Jawa Tengah.

"Bayangkan, jenazah saja ditolak, sehingga masih sangat mungkin stigma ini terjadi pada korban COVID-19, terutama di kampung-kampung. Jika masyarakat mendengar orang terkena COVID-19, mereka panik, irasional, sehingga korban dikucilkan," terangnya.

Jenazah saja ditolak, sehingga masih sangat mungkin stigma ini terjadi pada korban COVID-19, terutama di kampung-kampung.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News