Setop Stigma Korban COVID-19, Masyarakat Harus Tingkatkan Toleransi

Setop Stigma Korban COVID-19, Masyarakat Harus Tingkatkan Toleransi
Pemakaman jenazah pasien positif corona. Foto Ricardo/jpnn.com

Untuk itu, Shoim meminta kepada para pemangku kepentingan seperti kepala daerah, tokoh masyarakat, dan media massa untuk membantu memberikan edukasi kepada masyarakat. Jika stigma ini terus berlanjut, maka akan semakin memperkeruh suasana.

"Masyarakat harus diberikan edukasi secara terus menerus, para ahli memiliki peran untuk meluruskan pemahaman yang salah, dan media juga harus memberikan informasi yang akurat. Jadi untuk mewujudkan hal tersebut perlu kerja sama antara pemerintah dan semua pemangku kepentingan," tegasnya.

"Kita juga harus menumbuhkan rasa gotong-royong antar sesama. Prioritas kita semua sekarang adalah menjaga kesehatan, sehingga pandemi ini segera berakhir," imbuhnya.

Shoim juga menekankan kepada masyarakat bahwa untuk mencegah penyebaran COVID-19, maka masyarakat harus menerapkan praktik protokol kesehatan dan kebersihan agar tidak tertular, seperti physical distancing dan pakai masker.

Sebelumnya, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan Fidiansjah mengatakan stigma kepada korban, termasuk keluarga juga berdampak negatif terhadap kondisi fisik dan psikologis.

"Stigma akan menimbulkan marginalisasi dan memperburuk status kesehatan dan tingkat kesembuhan," katanya.

Fidiansjah melanjutkan stigma berkontribusi terhadap tingginya angka kematian. Karena itu, Fidiansjah mengajak seluruh elemen masyarakat untuk melawan stigma terhadap korban COVID-19.

Sebab, stigma sangat mempengaruhi imunitas seseorang yang terpapar COVID-19 dan berpengaruh dalam proses penyembuhan.

Jenazah saja ditolak, sehingga masih sangat mungkin stigma ini terjadi pada korban COVID-19, terutama di kampung-kampung.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News