Siapa Membunuh Putri (2)

Oleh: Hasan Aspahani

Siapa Membunuh Putri (2)
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - SEBAGAI wartawan, saya tak matang di lapangan. Dalam karier saya yang –astaga, 20 tahun juga lamanya saya jalani sampai saya menuliskan cerita ini– paling lama saya hanya dua tahun jadi reporter. Itu gabungan pengalaman dari masa kerja beberapa koran di grup kami, grup surat kabar terbesar di negeri ini.

Bukan karena begitu hebatnya saya, sehingga melesat lekas jenjang karier saya, tetapi pasti karena koran-koran kami berkembang terlalu lekas.

Maka kebutuhan redaktur dan posisi fungsional lainnya di redaksi harus lekas diisi. Kami para reporterlah yang dikarbit untuk mengisinya.

Ya, saya harus katakan itu dengan jujur: dikarbit. Terutama saya. Karena kami sebenarnya belum siap untuk jadi redaktur, kami belum matang di lapangan.

Saya baru enam bulan di lapangan, jadi reporter kriminal, mengisi pos liputan di kepolisian, kejaksaan, dan PN, atau di manapun peristiwa kriminal terjadi, ketika redpel "Metro Kriminal" memanggil saya.

Saya baru pulang dari liputan siang. Jam dua, kami para reporter sudah harus kembali ke kantor, ada cukup waktu dua jam untuk mengetik hasil liputan hari itu.

Baca Juga:

Dalam hal ini saya bisa lekas. Satu jam cukup untuk dua berita. Selebihnya saya menulis berita ringan, feature bersambung, hasil pengamatan kota, atau berita lain sedikit analisis data.

Cara menulis seperti itu bikin saya produktif. Empat atau lima berita sehari bisa saya setor.

Saya pun memasok berita-berita yang memenuhi 13 rukun iman berita, layak headline, dan bikin oplah koran kami naik terus.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News