Sipil dan Militer Tidak Sejalan

Sipil dan Militer Tidak Sejalan
Direktur Papua Circle Institute, Hironimus Hilapok. Foto: Dokpri for JPNN.com

UU Nomor 21/2001 mengisyaratkan untuk melakukan rekonsiliasi tetapi sampai dengan saat ini belum pernah terjadi, malah yang terjadi pelanggaran HAM terjadi semakin nyata di depan mata kita.

Apa yang salah dengan Papua?

Seringkali, begitu orang dengar tentang Tanah Papua, yang otomatis muncul dalam benak orang adalah konflik, perang suku, OPM (organisasi Papua Merdeka, red), kemiskinan, kebodohan dan lain sebagainya. Semua hal yang negatif muncul dalam benak orang secara otomatis, indahnya bawah laut Raja Ampat, uniknya ukiran Asmat, kemilaunya salju abadi di Puncak Cartenz belum cukup mengubah benak orang tentang Tanah Papua.

Ini menjadi tugas Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, khususnya dalam hal keberpihakan pemerintah terhadap orang Papua. Otonomi Khusus yang sudah berjalan 16 tahun hanya tinggal wacana, pembenahan Peraturan Pemerintah yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan peraturan daerah provinsi (perdasi) serta peraturan daerah khusus (perdasus) yang menjadi kewenangan daerah belum terealisasi.

Kemiskinan dan ketertinggalan masih nomor satu di Indonesia di atas kekayaan yang berlimpah ruah. Pengangguran, kriminalitas dan kekerasan masih mewarnai media setiap hari.

Penanganan melalui kebijakan dan pelaksanaan kebijakan di Tanah Papua masih jauh dari harapan, pemerintah daerah sibuk dengan hal-hal yang besar dan sangat politis, belum banyak menyentuh persoalan-persoalan yang diamanatkan otonomi khusus terutama soal pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan dan infrastruktur. Korupsi juga menjadi persoalan yang seakan-akan pejabat yang korupsi kebal dari hukum.

Dua pemerintahan di Papua

Antara pembangunan yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi-JK seakan tidak berarti sama sekali dengan terus terjadinya pelanggaran HAM dan yang penyelesaiannya tak kunjung datang. Tongkat komando yang dipegang presiden sebagai panglima tertinggi seakan-akan tidak ada kuasanya ketika aparat militer (TNI/Polri) sebagai bawahannya masih terus melakukan pendekatan militeristik dibanding pendekatan kemanusiaan yang pernah dilakukan oleh presiden ke-4 KH Abdulrrahman Wahid (Gusdur).

Oleh Hironimus Hilapok

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News