Soal Kebahagiaan, Jatim Nomor 11: Renungan di Hari Kemerdekaan

Soal Kebahagiaan, Jatim Nomor 11: Renungan di Hari Kemerdekaan
Selain menjadi jujukan warga untuk refreshing, Taman Bungkul menjadi tempat olahraga pagi. Foto: Yuyung Abdi/Jawa Pos

Benar, value yang diterima memang sesuai harapan pembeli. Aman, nyaman, fasilitas lengkap sesuai kebutuhan gaya hidup terkini. Pride is price and price is pride, strategi bisnis sang pengembang benar-benar jitu.

Ada yang salah di sini? Tidak! Wajar dan sudah hukum alam, manusia eksklusif membutuhkan tempat hunian yang eksklusif. Di kota mana pun di dunia, fenomena ini ada, eksklusivitas memang selalu menjadi kebutuhan masyarakat kelas atas.

Wajah lama Kota Surabaya pun kini berubah banyak. Ruko tak terhitung memenuhi kota. Mal-mal dan tempat gemerlap muncul di mana-mana, bak rumput di musim hujan. Jelas, Kota Surabaya terus berkembang memenuhi hasrat para eksklusif.

Tak mungkin orang-orang eksklusif bersedia berkeliaran di pasar tradisional kumuh. Kalangan eksklusif membutuhkan tempat belanja yang nyaman, aman, dan tempat rileks yang elegan.

Terjadi perubahan masif, fenomena itu pertanda bahwa perkembangan Kota Surabaya sepenuhnya mengikuti kepentingan pebisnis. Tampaknya, wajah dan perluasan Kota Surabaya akan terus berubah mengikuti ke mana arah uang.

Sungguh, saat ini perlu rasanya kita mengingat pesan Gandhi, ”Dunia ini cukup untuk keperluan seluruh manusia, tapi tak cukup untuk keserakahan seorang manusia”.

Perkembangan Surabaya seperti inikah yang kita inginkan?

Peradaban adalah anugerah paling mulia yang diberikan Allah (hanya) bagi umat manusia. Makhluk lain tidak mengenal peradaban.

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis Indeks Kebahagiaan Indonesia, Selasa (15/8). Jawa Timur merupakan provinsi yang kebahagiaannya nomor 11 terbawah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News