Soal Kenaikan BBM, Wako Sukabumi: Secara Pribadi Saya Menolak Keras

Soal Kenaikan BBM, Wako Sukabumi: Secara Pribadi Saya Menolak Keras
Soal Kenaikan BBM, Wako Sukabumi: Secara Pribadi Saya Menolak Keras

jpnn.com - CIKOLE - Protes rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) oleh Presiden RI, Joko Widodo terus meluas.

Tak hanya datang dari kalangan masyarakat saja, Walikota Sukabumi, M Muraz pun menyatakan dengan tegas dirinya tak sepakat dengan rencana tersebut. Ia menilai, dengan kenaikan harga BBM, akan berdampak besar terhadap ekonomi masyarakat.
 
Tak hanya itu, hal itu juga akan menggangu stabilitas di daerah-daerah. Bagaimanapun, ketika ada rencana tersebut, daerah selalu menjadi sasaran dari masyarakat.

"Seperti beberapa waktu lalu ada unjuk rasa, saya sangat prihatin. Mereka rela hujan-hujanan dengan membawa anak-anak untuk menyuarakan menolak rencana kenaikan BBM," tuturnya, seperti diberitakan Radar Sukabumi (Grup JPNN).

Pria yang hobi main tenis meja ini pun mengatakan, belum juga terjadi kenaikan tapi harga sudah mulai melambung. Misalnya saat ini, harga cabai rawit yang biasanya Rp26.000 sekarang menjadi Rp46.000 per kilogramnya.

"Biasanya kenaikan harga hanya menjelang hari-hari besar seperti Idul Fitri. Tapi sekarang, belum juga BBM naik harga sudah mulai naik. Bagaimana kalau sudah terjadi kenaikan, dipastikan harga tak bisa terkendali dan yang jadi korban masyarakat miskin," tutur Muraz.
 
Namun meski begitu, dirinya pun secara institusi kepemerintahan tetap akan mentaati kebijakan yang di amanatkan oleh Pemerintah Pusat. Bagaimanapun, secara hirarki aturan kalau memang sudah disepakati tetap harus dijalankan.

"Secara pribadi jelas saya menolak keras. Tapi secara institusi dan sebagai Walikota, saya tetap akan patuh pada aturan. Tapi saran saya, memang tak tepat kalau harus menghapus subsidi BBM apalagi rencananya naik sampai Rp3.000," katanya.
 
Terkait tiga program yang diluncurkan Jokowi, mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Sukabumi pun kembali mempertanyakan. Seperti diketahui, ketiga kartu sakti Jokowi tersebut yakni Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Sampai saat ini, Muraz mengaku pihaknya belum menerima baik itu intruksi ataupun juklak-juknis pelaksanaan ketiga kartu tesebut.
 
"Sampai saat ini saya tidak tahu seperti apa program ketiga kartu tersebut. Soalnya, belum ada surat dari kementerian terkait," lanjutnya.
 
Dirinya pun menyayangkan program tersebut. Pasalnya, secara keuangan saat ini Indonesia tengah dalam krisis. Sementara, untuk memenuhi kebutuhan ketiga kartu tersebut, butuh anggaran yang besar.

Di Kota Sukabumi saja, untuk kategori masyarakat miskin dari data terakhir penerima Jamkesmas ada sekitar 83.100 lebih yang notabene program tersebut dibiayai oleh pemerintah pusat. Ditambah dengan penerima Jamkesda yang dibiayai oleh ABPD Kota Sukabumi tercatat ada sekitar 27.200 lebih.
 
"Berarti ada 100.000 lebih yang harus terdaftar dalam program tersebut. Padahal jumlah tersebut berada di kota kecil dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) masuk terbesar kelima di Jawa Barat. Ditambah lagi yang belum tercatat. Bisa dibayangkan lebih banyak lagi, apalagi daerah-daerah yang luas seperti Kabupaten Sukabumi," beber Muraz.
 
Dampak lain pun dikatakan Muraz akan lebih besar dari program tersebut. Selain akan menimbulkan ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah, juga akan menimbulkan tidak di masyarakat.

"Tak sedikit ada kasus Ketua RT dikejar-kejar masyarakat karena tak masuk. Padahal, data tersebut didapat dari pusat. Nah kalau seperti ini, otomatis akan mengakibatkan stabilitas masyarakat terganggu. Saya berharap, hal ini dikaji dengan melihat dampak terhadap masyarakat," pungkasnya.(nur/wdy/t)


CIKOLE - Protes rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) oleh Presiden RI, Joko Widodo terus meluas. Tak hanya datang dari kalangan masyarakat


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News