Soal Pelabelan BPA pada Galon, BPOM Seharusnya Membuat Penelitian Komprehensif

Soal Pelabelan BPA pada Galon, BPOM Seharusnya Membuat Penelitian Komprehensif
Ketua Dokter Indonesia Bersatu (DIB) Eva Sridiana Chaniago. Foto: Dokumentasi pribadi

Terkait kebijakan pelabelan ini, Direktur Salemba Institute Edi Homaidi menilai rencana tersebut penuh diskriminasi dan patut diduga bertendensi pada persaingan usaha yang akan menguntungkan segelintir pelaku usaha.

Kebijakan diskriminasi tersebut bisa dilihat secara gamblang dari pernyataan Kepala BPOM Penny Lukito baru-baru ini.

Penny menyebutkan bahwa depot air isi ulang dikecualikan dari wajib tempel warning BPA.

Regulasi baru BPOM soal label peringatan BPA hanya menyasar sejumlah produk air kemasan dalam minuman (AMDK) berbahan polikarbonat yang memiliki izin edar.

“Nah, ini ada apa? Kalau memang BPOM menganggap BPA berbahaya buat kesehatan mengapa yang disasar hanya pelaku usaha tertentu? Mengapa bukan semua? Inilah wujud diskriminasi yang kasat mata itu,” katanya.

Edi juga mempertanyakan pernyataan Kepala BPOM dalam sarasehan yang digelar BPOM di Hotel Sangrila pada 7 Juni 2022.

Pada acara itu, Kepala BPOM mengakui penelitian yang dilakukan terhadap BPA menunjukkan risiko bahaya kesehatan seperti infertility dan sebagainya walaupun belum jelas kausalitasnya.

“Nah, dia sendiri mengakui belum jelas kausalitasnya, tapi mengapa sudah dianggap sesuatu yang pasti? Kok, berani bikin kebijakan padahal belum ada penelitian yang jelas, belum dilakukan per-review. YLKI dan BPKN juga belum pernah dapat pengaduan dari masyarakat,” ujarnya.

Upaya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk melakukan pelabelan BPA pada galon guna ulang dinilai beberapa kalangan tidak tepat waktu dan diskriminatif.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News