Soemarsono, Si Pengusul 10 November Hari Pahlawan Berpulang

Soemarsono, Si Pengusul 10 November Hari Pahlawan Berpulang
Soemarsono. Foto: Wenri Wanhar/JPNN.

Hari itu juga Bung Karno dan Bung Hatta langsung terbang ke Surabaya dengan pesawat. Langsung konvoi keliling kota menyerukan agar tembak-menembak dihentikan. 

Soemarsono yang sedang bertempur di front terdepan kaget mendengar seruan tersebut. Dia menghadang konvoi Bung Karno.

“Saya lihat Mallaby juga ada dalam konvoi itu. Saya marah kepada Bung Karno. Saya beri tahu bahwa sebentar lagi Inggris pasti kalah. Bung Karno diam saja sambil menunduk.” 

Setelah dicolek Bung Karno, Amir Syarifuddin, Menteri Keamanan Rakyat pada waktu itu turun dari mobil dan merangkul Soemarsono.

“Ini sudah dirundingkan dengan kita-kita di Jakarta. Not the battle. We have to win the war,” bisik Amir seperti ditirukan Soemarsono. 

Soemarsono ‘jinak’. Sebagai sama-sama tokoh PKI bawah tanah, dia menaruh rasa hormat kepada Amir Syarifuddin. Hari itu juga, 30 Oktober 1945, perundingan diadakan di kantor Gubernur Jawa Timur.

Dalam perundingan itu Mallaby meminta sekitar 5.000 tentaranya yang hilang dikembalikan.

“Saya jawab, kami kehilangan 20.000 orang. Apa bisa minta kembali. Perundingan itu tidak memuaskan pihak Sekutu. Makanya, 10 hari kemudian, 10 November 1945 Sekutu menyerang kita dengan kekuatan penuh dari udara, laut maupun darat. Sadis sekali!” 

Tak hanya memimpin perang 1945 di Surabaya, dia-lah yang mengusulkan 10 November jadi Hari Pahlawan. Soemarsono meninggal di Sydney, kemarin.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News