Soesilo Toer Doktor Pemulung Sampah, Dituduh PKI, Diarak (5)

Soesilo Toer Doktor Pemulung Sampah, Dituduh PKI, Diarak (5)
Soesilo Toer, doktor ekonomi politik pemulung sampah, membaca koran Jawa Pos Radar Kudus. Foto: NOOR SYAFAATUL UDHMA/RADAR KUDUS

Soes tidak hadir. Dia dianggap pro PKI dan menentang pemerintah Indonesia. Paspornya dicabut. ”Gimana mau hadir? Undangannya gak ada,’’ bela Soes.

Karena tidak memiliki paspor, dia dipulangkan. Nah, saat mendarat di Jakarta dia ditangkap. Langsung dijebloskan ke penjara. Menjadi tahanan politik tanpa pengadilan seperti kakaknya. Selama tiga tahun.

Kakak-kakak Soes seperti Prawito Toer dan Koesalah Soebagyo Toer juga mengalami hal serupa. Mereka sama-sama ditahan. Sedangkan adiknya, Soesetyo Toer kabur ke Papua. Tepatnya setelah meletus peristiwa 1965.

”Kabur ke Papua biar tidak ditangkap. Dia juga ganti nama. Hingga saat ini kami tidak tahu kabarnya,” tuturnya.

Perlakuan terhadap Soes itu berlanjut sampai di Blora. Yang paling menyakitkan, misalnya, suatu saat dirinya didiagnosis menderita pembesaran prostat. Dokter mengatakan, jika tidak dioperasi dirinya akan meninggal. Untuk itu dokter menyarankan agar dirinya berobat ke Semarang.

Ternyata di Semarang ditolak. Hingga empat kali. Alasannya karena dianggap kaya. ”Masak sarjana miskin,” kata Soes menirukan alasan pihak rumah sakit.

Perawat di Semarang itu kemudian meminta Soes berobat di Blora. Dia dan istri itu kembali ke kampung halamannya. ”Padahal, sebelumnya saya sudah berobat di Blora kemudian diminta ke Semarang. Di Semarang disuruh balik lagi ke Blora. Pokoknya saya ini dikucilkan,” katanya.

Tak hanya mendapat cap kiri, dia juga dianggap tidak percaya adanya Tuhan alias ateis. Namun dia tidak ambil pusing.

Soesilo Toer, doktor ekonomi politik yang merupakan adik Pramoedya Ananta Toer, pernah diarak massa dan diteriaki PKI, PKI!.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News