Ssttt, Inilah Jurus dari Lingkar Istana untuk Tangkal Hoaks

Ssttt, Inilah Jurus dari Lingkar Istana untuk Tangkal Hoaks
Staf Kedeputian Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi KSP Agustinus Eko Rahardjo dalam Diskusi Kamisan bertema Perang Teknologi Generasi Milenial di DPP TMP, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (30/11). Foto: RMO/JPG

jpnn.com, JAKARTA - Maraknya berita palsu atau hoaks akhir-akhir ini menjadi perhatian serius Kantor Staf Kepresidenan (KSP). Karena itu, KSP juga mengajak publik aktif menangkal hoaks.

Menurut Staf Kedeputian Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi KSP Agustinus Eko Rahardjo, ada beberapa cara untuk mendeteksi hoaks. Yang pertama adalah mencari referensi berita serupa dari situs resmi.

Jurus kedua adalah memanfaatkan grup diskusi antihoaks untuk membahas berita-berita bohong. Ketiga, bisa menggunakan fitur layanan pencegah berita hoaks yang disediakan penyedia media sosial (medsos).

Selanjutnya adalah menguunakan media lain untuk mengecek konten berita yang terkesan hoaks. "Dan yang jelas, lawan hoaks dengan data," ujar Eko dalam Diskusi Kamisan bertema Perang Teknologi Generasi Milenial yang digelar DPP Taruna Merah Putih (TMP) di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (30/11).

Selain Eko, pembicara lainnya dalam diskusi itu adalah dosen komunikasi Universitas Indonesia (UI) I Edhy Aruman, praktisi media sosial Hariadhi dan pembuat e-Tani Davyn Sudirjo. Sedangkan persetta diskusi mencapai ratusan kalangan muda termasuk mahasiswa, aktivis Kosgoro dan Banteng Muda Indonesia.

Jojo -panggilan akrab Eko- menjelaskan, saat ini dari 262 juta penduduk Indonesia, 132,7 di antaranya atau sekitar 51 persen merupakan pengguna internet. Sementara pengguna medsos mencapai 106 juta orang atau 40 persen dari jumlah penduduk. 

"Di saat yang sama, baca buku rata-rata orang Indonesia adalah 27 halaman per tahun, sementara baca koran rata-rata 12-15 menit per hari," ujar mantan wartawan itu.

Lebih lanjut Jojo mengatakan, ada beberapa sebab sehingga hoaks marak. Di antaranya karena ada gerakan massa berideologi radikal yang anti-Pancasila, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang asimetris dengan kapasitas adaptasi pemerintah dan masyarakat, serta kegelisahan dengan perubahan baru dan perbaikan sistem  yang dibawa oleh pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Sisa-sisa kompetisi di Pilpres 2014 ternyata masih berbekas sampai saat ini hingga menjadi salah satu faktor maraknya berita-berita palsu alias hoaks di medsos.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News