Strategi Perang dari Lantai 10

Strategi Perang dari Lantai 10
Dahlan Iskan. Foto: Budi Yanto/JPNN

Sebagai orang yang sebelumnya tak pernah mengenal dekat Dahlan, saya belakangan jadi paham; mengapa banyak orang mengidolakan pria sederhana itu. Penampilan zuhud—untuk ukuran orang di balik ekspansi bisnis Jawa Pos—Dahlan mengajarkan gaya baru kepada para anak muda.

Setiap hari, selama 10 hari berturut-turut, ia selalu mengenakan kemeja, celana panjang dan sepatu dengan model sama. Dalam hati saya iseng bertanya; “Sebenarnya ada berapa stel sih baju, celana dan sepatu milik Dahlan? Sehingga ia mampu pakai pakaian serupa puluhan hari?”

Baju putih bertuliskan Kaliandra, celana warna hitam, dan sepatu kets bertuliskan DI yang fenomenal itu, jadi modal penampilan sehari-harinya. Kesederhanaan itu seakan mengajarkan; untuk jadi pemimpin hebat,  anda tak perlu pakai baju merk Cardinal, Poshboy, piere cardin, jeans impor dan kemeja keluaran distro mahal.

Betapa penampilan yang terpenting adalah kesopanan dan kepantasan. Karena pakaian mewah dan sepatu keren juga tak menjamin anda menjadi orang hebat.  

Awal Desember lalu, Dahlan Iskan membedah pikiran banyak anak muda yang dipilihnya untuk ikut ‘diskusi’ di ruangan itu. Para anak muda ‘terpilih’ itu adalah penentu kebijakan di tempat mereka bekerja. Mereka berasal dari berbagai daerah di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Para anak muda ini merupakan “piston penggerak” di sebuah mesin bernama “koran metro” daerah masing-masing.

Belasan peserta diskusi itu terdiri dari berbagai macam karakter. Ada yang cuek, pendiam, periang, tenang, berpenampilan seadanya, berambut klimis, dewasa, ber-api-api, hingga pemarah. Bahkan beberapa diantaranya tak lancar berbahasa Indonesia, sulit berucap terstruktur, penuh keraguan, pesimis hingga sosok anak muda optimis.

Namun Dahlan sukses mengatasi keragaman itu dengan memberi julukan yang meyakinkan; “Kalian adalah orang-orang ajaib,”. Motivasi itu–entah mengapa—jadi semacam ajimat ajaib buat peserta diskusi hingga 10 hari berikutnya.

Pertemuan itu memang sejatinya berupa diskusi, karena bekas Menteri BUMN itu tak ragu meleparkan masalah ke tengah audiens untuk dipecahkan bersama para generasi baru itu. Ia seakan menunjukan bahwa dirinya terbuka pada hal-hal moderat yang jauh melampaui cara pandang saat dirinya masih aktif sebagai jurnalis lapangan.

DAHLAN Iskan membawa jurnalistik ke tingkat berbeda. Tak hanya melulu soal haru biru idealisme, namun juga menghadapkan pada fakta—bahwa jurnalisme

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News