Strategi Perang dari Lantai 10

Strategi Perang dari Lantai 10
Dahlan Iskan. Foto: Budi Yanto/JPNN

Dahlan juga menyajikan banyak hal baru, bahkan jauh lebih maju dari era yang kini dialami para anak muda yang berdiskusi dengannya. Ibarat bermain catur, ia sudah menyiapkan puluhan langkah antisipasi untuk menghadapi kompetisi zaman.

Bahkan, ia dengan sabar mencoba menyelami pemikiran generasi kini, yang kerap terjebak dengan egoisme dan individualisme yang lahir dari sikap manja karena kemudahan teknologi. Ia juga tak ragu mengubah pendapat, jika memang itu terbukti karena pertimbangan logis dan masuk akal. Menunjukan pria dibalik ekspansi mega bisnis Jawa Pos Group ini dibentuk sebagai pemimpin yang mampu beradaptasi.

Metode pemecahan masalah yang dikemukakannya juga detil, terstruktur, dan disajikan gamblang. Detil karena ia mengurai seluk-beluk masalah lewat pemikiran mendalam. Terstruktur karena ia tahu betul masalah mendasar, kemudian menuju pemecahan masalah berikutnya yang jadi pelengkap persoalan, begitu seterusnya hingga masalah-masalah di belakang layar yang cenderung jadi pemicu bangkitnya hambatan baru. Disajikan gamblang, karena ia tak ragu mengulang demi memastikan orang memahami masalah, isi, dan arah pembicaraan.

Dengan membangun diskusi dan komunikasi dua arah, Dahlan seakan ingin memberi tahu, bahwa jurnalisme itu dinamis. Bukan teks book seperti teori klasik jurnalistik. Ia menyajikan fakta, bahwa praktisi media cetak harus siap dengan tantangan arus informasi dengan makin terbukanya ruang informasi lewat televisi dan internet.

Bersama para peserta, ia juga memetakan penyakit mendasar para jurnalis di era teknologi dewasa ini. Bahkan ia membuat istilah khusus hasil inventarisir itu dengan julukan “Tujuh Setan Jurnalistik” yang harus diperangi para anak muda penentu kebijakan di koran metro, sepulang ke tempat kerja masing-masing.

Bersama para peserta diskusi, ia juga merumuskan sebuah ‘strategi perang’ baru yang belakangan disepakati untuk dinamakan “new stright news” dan dikenal oleh para anak muda  itu lewat singkatan NSN.

Berbagi Pengalaman Meliput

Dahlan juga tak menolak ketika saya—dengan dibantu beberapa rekan peserta diskusi—meminta ia membagi pengalamannya meliput “Neraka 40 Jam di Tengah Laut”—cerita terbakarnya kapal bekas Tampomas II—di era 80an.

DAHLAN Iskan membawa jurnalistik ke tingkat berbeda. Tak hanya melulu soal haru biru idealisme, namun juga menghadapkan pada fakta—bahwa jurnalisme

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News