'Sumatran Last Tiger' Berjaya di Festival Film New York 2016

'Sumatran Last Tiger' Berjaya di Festival Film New York 2016
Ilustrasi Harimau Sumatera. Foto: The Guardian

Berkat Sumatran Last Tiger, dunia jadi tahu gambaran harimau Sumatera yang pernah berkonflik dengan manusia dan kemudian dilepasliarkan kembali ke area konservasi alam seluas kurang lebih 50.000 hektare di TNBBS.

Media-media internasional jadi ikut merekam bahwa di seluruh Sumatera, harimau yang tersisa tinggal sekitar 500 ekor. Semua diekspos dengan panorama alam liar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang menawan.

“Secara tidak langsung pariwisata Indonesia ikut terekspos, ikut terangkat, ikut terdongkrak oleh film Sumatran Last Tiger. Ini punya daya ledak yang besar karena banyak media internasional ikut mempublikasikan ini,” ungkapnya.

Menpar Arief Yahya juga mengapresiasi prestasi karya anak-anak bangsa di level dunia. Ini semakin meyakinkan bahwa negeri ini mampu bersaing di cultural industry atau creative industry

“Dalam The Future Shock, Alvin Tofflre menyebut tiga gelombang revolusi industri. Pertama agriculture, kedua manufacture, ketiga teknologi informasi. Saat ini kita sudah melewati ketiganya, dan memasuki era revolusi baru, yang dinamakan cultural industry atau creative industry. Di sinilah bangsa ini bisa berkompetisi,” sebut Arief Yahya.

Prestasi demi prestasi di Kemenpar itu juga tidak lain dari sector kreatif. Bukan manufacture, atau pabrik-pabrik. “Kita tidak mungkin bisa bersaing dengan China kalau bermain di manufacture. Tetapi kalau pekerjaan kreatif, saya yakin, kita tidak kalah. Kemenangan film documenter Sumatran Last Tiger ini adalah salah satu contohnya,” ujar Menpar.(dkk/jpnn)



Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News