Surat Terbuka dari Chusnul Mariyah Buat Ibu Megawati yang Terhormat

Surat Terbuka dari Chusnul Mariyah Buat Ibu Megawati yang Terhormat
Megawati Soekarnoputri. Foto: Ricardo/JPNN

Pada pemilu 2009, 2014, 2019 data diinput dari kabupaten/kota, bukan? Pertama kali, pada Januari 2003, KPU bersifat tetap sampai tingkat kabupaten/kota sesuai dengan pasal 22 E ayat 5 UUD 1945, bersifat nasional, tetap dan mandiri. KPU telah meletakkan fondasi - dari sebagai lembaga perluasan dari trias politika - politik administrasi penyelenggara pemilu, membuat dapil, alokasi kursi, verifikasi parpol, debat kampanye capres, termasuk juga membuat Surat Suara yang besar itu sampai saat ini desain Surat Suara sepertinya masih dipergunakan. Desain itu dibuat oleh seorang relawan alumni desain grafis dari ITB. Pelaksanaan Pilpres 2004 itu, Ibu Mega menjabat Presiden.

Dalam perjalanan demokrasi, partai Ibu dapat memenangkan pemilu dan capres. Saya tidak bicara dalam surat kali ini tentang apakah kemenangan tersebut didapatkan dengan cara halal? Karena pertanyaan seperti itu sudah saya sampaikan berkali-kali ke partai-partai lainnya juga, bahkan juga dalam surat terbuka saya kepada Presiden pada tahun 2017 yang lalu. Karena sepertinya peserta pemilu sebagian besar terlihat menggunakan money politic dan dapat disebut sebagai the liberal machiavelian election.

Saya ingin menyampaikan bahwa kondisi bangsa Indonesia saat ini sangat memprihatinkan, banyak persoalan, kasus stunting, kemiskinan, wajah kemiskinan tersebut adalah wajah perempuan (feminization of poverty), penanganan Covid-19 yang tidak memiliki sense of crisis dari para pemimpinnya di tingkat nasional, dengan Perppu 1/2020 menjadi UU Corona 2 /2020 yang seperti Omnibus Law (sebagai UU yang bisa menjadi payung hukum untuk tindak Korupsi), issue TKA yang datang secara ugal-ugalan, utang negara yang semakin menumpuk, masalah pendidikan, sosial, kesehatan, eksploitasi SDA untuk kepentingan kelompok tertentu. Juga tingkah laku politik dari pejabat, seringkali menyakiti warganya sendiri.

Yang paling menyentak terakhir ini adalah lolosnya RUU HIP masuk dalam daftar prolegnas yang skenarionya sepertinya menjadi usulan semua partai politik di DPR. Ibu, kami sangat tahu bahwa ada kepentingan lembaga BPIP, Presiden dan Partai Ibu terhadap diundangkannya RUU HIP itu.

Kenapa saya sangat prihatin dengan hal itu? Konstruksi negara RI adalah negara muslim terbesar di dunia yang berasal dari 73-an kesultanan-kesultanan Islam dari Aceh sampai Tidore (yang wilayahnya sampai ke Papua Barat). Namun, sejak partai Ibu mendapatkan kekuasaan, para tokoh ulama’, tokoh-tokoh yang kritis, dipersekusi, dikriminalisasi, dipenjarakan, karena berbeda pandangan dengan penguasa.

Belum lagi jargon-jargon politik yang dipopulerkan bagi pendukung partai Ibu seperti klaim: “saya Pancasila”, “saya Bhinneka”? Bagaimana mengatakan Bhinneka kalau tidak bisa menerima keberagaman, bahkan terhadap mayoritas anak bangsa yang muslim di Indonesia ini? Dengan jargon politik tersebut, secara sengaja “menuduh” kami-kami yang warga muslim (Islamophobia, terutama dengan gerakan 411 dan 212) ini dianggap ingin mengganti Pancasila. Bangsa menjadi terbelah. Regime yang berkuasa menggunakan buzzer untuk membully rakyat yang memiliki pandangan berbeda dengan pemerintah. Mereka dibayar menggunakan uang rakyat? Ibu Mega, para buzzer itu diundang dan diberi karpet merah di istana. Kira-kira bagaimana perasaan Ibu?

Ibu Megawati yang terhormat,

Warga muslim yang taat itu pasti Pancasilais. Kenapa? Karena ajaran Islam itu menjadi roh sila-sila dalam Pancasila itu. Jangan dipertentangkan, nanti Allah tidak memberikan rahmat dan barokah-Nya. Negara ini direbut dengan teriakan takbir: Allahu Akbar, Allahu Akbar! Pancasila yang diperingati hari lahirnya tanggal 1 Juni 1945 itu tanggal pidato Soekarno di BPUPK.

Dalam suratnya, Chusnul Mariyah sempat mengenang saat berdiskusi dengan Megawati, sambil makan siang dengan kepiting dan udang.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News