Surga Ikan di Tumbang Malahoi, Kabupaten Gunung Mas, Itu Kini Hilang
Warga Dayak Terpaksa Makan Sarden Kalengan
Bukan lantaran khawatir mengonsumsi makanan yang disuguhkan itu jika setelah menginap semalam esoknya saya tidak segera sarapan. Ketika Tambik (Nenek) Animar mempersilakan untuk kuman (makan), saya masih asyik memotret banyak sisi dari Rumah Betang Toyoi yang sayang kalau dilewatkan. Termasuk mengabadikan suasana di dapur yang masih menyimpan perlengkapan masak tradisional.
Saat tangan kiri saya masih memegang kamera itulah, mendadak terjadi insiden. Saya terpelanting dari anak tangga rumah panggung yang terbuat dari kayu ulin berusia ratusan tahun tersebut. Tingginya sekitar 2 meter. Saya terkapar di tanah. Seketika dada terasa sesak, sulit untuk bernapas. Saya sampai tak kuasa untuk bangun. Butuh beberapa menit sampai akhirnya saya bisa duduk lagi. Punggung saya rasanya nyeri sekali.
Untung, saat itu ada Umai Derawani, yang biasa dimintai tolong untuk memijat warga Dayak di Tumbang Malahoi. Dengan sigap umai mengurut saya. Sementara Tambik Animar, sesepuh Rumah Betang Toyoi, langsung mengadakan ritual adat semacam tolak bala. Ketika saya bisa dipapah masuk ke dalam rumah betang berkamar sepuluh itu, sekali lagi ritual diadakan. Kali ini tampung tawar, upacara adat yang semestinya harus sudah dilakoni ketika saya dan rombongan baru datang, tapi tertunda lantaran kami datang terlalu malam.
Untuk upacara adat kedua tersebut, selain diciprati air dengan menggunakan dedaunan, ubun-ubun saya diberi segenggam beras. Saya juga harus menggigit mandau dan upacara diakhiri dengan melingkarkan gelang manik-manik di tangan kanan.
Denar, fotografer Kalteng Pos (Jawa Pos Group) yang menemani, saat itu membisikkan bahwa saya celaka karena ”kualat”. ”Mbak ini kapuhunan. Tadi ditawari makan tidak langsung ambil. Padahal, di sini adatnya kalau ditawari makan harus cepat dimakan. Meski sedikit, yang penting ambil dulu,” papar laki-laki berdarah Dayak tersebut.
Tanah Dayak memang misterius. Kalau saya yang tidak segera makan saat ditawari kuman saja bisa celaka sampai patah tulang punggung dan kini harus bed rest, entah bagaimana nasib para penambang liar yang telah merusak sungai yang menjadi sumber makanan suku Dayak di pedalaman Borneo itu. (*/c9/ari
Sungai dan hutan menjadi andalan kelangsungan hidup bagi warga asli Borneo. Tapi, kini suku Dayak Ngaju di Tumbang Malahoi, Kecamatan Rungan, Kabupaten
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor