Survei Jahitan

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Survei Jahitan
Presiden Jokowi. Foto: Ricardo/JPNN.com

Hasil survei ini dianggapnya ‘’gila’’, tetapi itulah data yang diperoleh dari metodologi ilmu sosial.

Namun, politik tidak sekadar bermodal data dan survei. Ada insting dan pengalaman. Turunlah ke bawah, tanyakan langsung kepada rakyat. Berdialoglah dari mulut ke hati kepada rakyat, pasti akan ketahuan bahwa rakyat tidak sedang baik-baik saja.

Andi Arif masih terlalu sopan untuk tidak menuduh survei itu pesanan sponsor yang dibuat dan dirilis sesuai order. Seperti tukang jahit yang lagi sepi order, pesanan itu digarap cepat-cepat sesuai dengan pesanan.

Sebagai politisi senior Andi Arif pasti mafhum, ada banyak jenis survei politik. Ada survei independen--biasanya hasilnya tidak dipublikasikan—dan ada survei ala tukang jahit yang digarap berdasarkan pesanan, dan ukurannya dibikin pas untuk pemesan supaya kelihatan gagah.

‘’Political Tailoring’’, tukang jahit politik, begitulah istilah kerennya.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang selama ini paling kencang mengkritik Jokowi, mengatakan bahwa rakyat Indonesia memang pemaaf kepada pemimpinnya. Survei ini bisa tinggi karena rakyat Indonesia pemaaf.

Mungkin PKS juga ikut curiga bahwa survei ini adalah survei jahitan. Salah satu indikasinya survei diambil sebelum muncul krisis jaminan hari tua (JHT) yang membuat para buruh meradang. Kalau survei dilakukan setelah muncul kasus JHT, bisa jadi hasilnya akan lain.

Namun, hampir bersamaan dengan pengumuman hasil survei, Presiden Jokowi sudah memanggil menteri tenaga kerja dan memerintahkan supaya aturan JHT direvisi. Ini merupakan eufimisme dari kata dibatalkan.

Apakah Jokowi percaya dengan hasil survei jahitan itu? Kalau yakin rakyat puas, seharusnya program JHT jalan terus.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News