Survei LIPI: Hanya 3% Anak Petani Lanjutkan Kiprah Ortunya

Survei LIPI: Hanya 3% Anak Petani Lanjutkan Kiprah Ortunya
Petani di sawah. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

Akibatnya, ada pergeseran juga dari dominasi sebaran tenaga kerja yang selama ini di hulu (bertani) menjadi di hilir (industri dan pengolahan) yang memiliki nilai keuntungan lebih tinggi. Tapi efek ini tidak melulu buruk untuk petani.

Semakin sedikit petani, semakin luas lahan yang bisa dikelola per individunya. Kementan mengasumsikan, bahwa dengan tren ini, petani yang tersisa akan semakin sejahtera.

”Urusan garapan lahan, sebagian bisa digantikan oleh alat dan mesin pertanian (alsintan) jadi bisa lebih efisien,” kata Suwandi.

Kementan sendiri menyediakan 80.000-100.000 unit alat mesin pertanian setiap tahunnya. Meliputi traktor, pompa air, penanam padi otomatis, combine harvester (mesin pemanen) dan penggiling (rice milling).

”Dengan mekanisasi ini, bisa menekan biaya hingga 40 persen, waktu juga tenaga,” katanya.

Berkembangnya sektor industri dan jasa, kata Suwandi juga tidak berarti membuat pertanian ditinggalkan.

Dalam kondisi tertentu, sektor pertanian menjadi tumpuan ketika terjadi masalah di sektor ekonomi lain.

“Ingat krisis 1998? Pertanian tetap tumbuh dengan menyerap banyak sekali tenaga kerja,” katanya. (wan/tau)

Hasil survei LIPI mendapatkan data, rata-rata usia petani di Jawa Tengah 52 tahun.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News