Susun Potongan Tubuh Korban seperti Main Puzzle

Susun Potongan Tubuh Korban seperti Main Puzzle
AKBP Sumy Hastry Purwanti (tengah) bersama tim identifikasi DVI. F-GUNAWAN SUTANTO / JAWA POS

Pengalaman terlibat dalam kasus-kasus besar itulah yang kemudian dibukukan Hastry. "Saya bisa membuat buku seperti ini karena sering menuliskan pengalaman sewaktu bertugas dalam notes yang selalu saya bawa," paparnya. Dari ketekunannya mencatat pengalaman menangani kasus-kasus besar itulah, tebal buku Hastry bisa mencapai 304 halaman.

Buku berjudul Dari Bom Bali hingga Tragedi Sukhoi; Keberhasilan DVI Indonesia dalam Mengungkap Berbagai Kasus itu disusun hanya dalam waktu enam bulan.

Saat ditanya mengenai pengalamannya yang paling mengesankan selama terlibat dalam tim DVI, Hastry menyebut tragedi kecelakaan pesawat Sukhoi Super Jet (SSJ) 100, Mei 2012. Peristiwa itu terjadi saat demo flight pada 9 Mei 2012.

Pesawat canggih made in Rusia itu hilang kontak setelah 20 menit lepas landas dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Ternyata pesawat yang membawa 45 penumpang itu menabrak Gunung Salak, Bogor, di ketinggian 6.800 kaki.

"Ketika itu kami agak kesulitan karena kondisi korban sudah tidak utuh," paparnya.

Dalam ingatannya, saat datang ke RS Polri Sukanto, dia langsung disuguhi potongan-potongan tubuh korban yang ditemukan di TKP (tempat kejadian perkara).

"Banyak yang hancur. Mungkin karena kerasnya tabrakan yang terjadi. Jadi, tugas kami ketika itu menyatukan serpihan-serpihan organ, layaknya bermain puzzle," kenang ibu dua putra ini.

Hampir 90 persen korban Sukhoi harus diidentifikasi melalui DNA. Sebab, identifikasi primer dengan sidik jari, gigi, maupun tulang tidak bisa dilakukan karena kondisi korban yang sudah hancur.

Keterlibatan AKBP Sumy Hastry Purwanti dalam proses identifikasi kasus-kasus besar melambungkan nama anggota tim Disaster Victim Identification (DVI)

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News