Tak Boleh Dibiarkan, Kasus PT IBU Mencari Untung di Antara Dua Derita

Tak Boleh Dibiarkan, Kasus PT IBU Mencari Untung di Antara Dua Derita
Menteri Pertanian Amran Sulaiman (memegang mikrofon) dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian (berpeci) usai penggerebekan gudang beras bersubsidi milik PT IBU di Bekasi, Jawa Barat, Kamis (20/7) malam. Foto: Kementan

Karena itu, melihat terjadinya disparitas harga yang dilakukan oleh sekelompok usaha, Nur sangat menyayangkan perilaku yang dilakukan oleh anak bangsa.

Para pelaku itu tidak terketuk hatinya melihat derita petani dan jeritan konsumen. Padahal, di dalam produksi beras milik petani itu banyak subsidi yang disiapkan pemerintah. Tujuannya, harga yang diterima petani itu menguntungkan dan mampu menopang kesejahteraan petani, serta harga yang diterima konsumen adalah harga yang wajar.

“Karena itu pemerintah mengeluarkan Perpres untuk penetapan dan penyimpanan bahan pokok dan penting. Permendag juga mengatur harga acuan bawah untuk melindungi petani dan harga acuan atas untuk melindungi konsumen. Pemerintah menjaga dua rantai ini dari pihak ketiga, yaitu para makelar” ujarnya.

Menurut Nur, produsen atau petani, dilindungi pemerintah melalui subsidi benih dan pupuk agar petani bisa menurunkan biaya produksinya dan harga jual gabah juga terjangkau. Dengan begitu, maka konsumen pun mampu membelinya. Inilah cara pemerintah menstabilkan harga pangan dalam negeri. Petani untung dan masyarakat juga terbantu oleh harga yang terjangkau.

“Jika skema ini berjalan baik, stabilitas pangan nasional akan tetap terjaga. Namun ada saja pihak yang bisa mengganggu stabilitas pangan nasional. Tiba-tiba para pengusaha membeli semua hasil produksi tadi dengan harga sedikit lebih tinggi dari Bulog tanpa modal produksi apapun. Lalu mengemas dan menjual berasnya ke kalangan menengah atas. Pada posisi ini, petani senang karena dapat untung sedikit lebih besar, tapi mereka tidak paham bahwa disitu ada pihak yang dirugikan,” tegasnya.

Nur menjelaskan, praktek bisnis pengusaha besar seperti PT IBU hanya mengandalkan modal besar untuk membeli gabah dari tangan petani dengan harga yang "sedikit" lebih tinggi dari harga Bulog. Gabah tersebut diproses dan dikemas lalu dijual dengan harga sangat tinggi kepada konsumen.

“Keuntungannya bisa sampai 300 persen tanpa harus bekerja apa-apa, cuma modal duit dan mengontrol pasar. Petani gak kaya-kaya, konsumen tercekik lehernya,” jelasnya.

Karena itu, Nur menegaskan jika kasus beras PT IBU yang terjadi belakangan ini dibiarkan, maka perusahaan sejenis akan berlomba-lomba melakukan hal yang sama. Para pelaku usaha akan membentuk asosiasi dan mengarah menjadi kartel yang mengontrol harga beras di negeri ini.

Kepala Balai Besar Mekanisasi Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan), Andi Nur Alam Syah menilai praktek yang dijalankan PT Indo Beras Unggul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News