Tak Hanya Kemasan Galon, Pakar Minta BPOM Uji BPA pada Makanan Kaleng

Tak Hanya Kemasan Galon, Pakar Minta BPOM Uji BPA pada Makanan Kaleng
BPOM diminta melakukan uji laboratorium terhadap paparan Bisfenol A (BPA) di dalam makanan kemasan kaleng. Foto: Antara

“Tetapi, seberapa besar pelepasan BPA-nya kita tidak tahu. Karena di Indonesia belum ada studi untuk meng-compare langsung dan itu perlu dikaji lagi lebih jauh,” kata Azis.

Proses migrasi BPA dari kemasan kaleng itu bisa disebabkan beberapa faktor, di antaranya proses laminasi BPA-nya, PH atau tingkat keasaman produk dalam kemasan kaleng itu, dan pindah panas dari produk pangannya.

Dia mencontohkan sarden, jamur, dan nanas yang dikalengkan berbeda-beda panasnya saat disterilisasi, sehingga perlakuan kombinasi suhu dan waktu pemanasannya juga berbeda-beda .

"Ketika itu beda-beda, berarti peluang migrasi BPA-nya juga berbeda-beda. Tetapi, semakin asam bahan makanannya atau PH semakin rendah, kemungkinan besar bisa merusak laminasi epoksinya,” kata Azis.

Pakar polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Ahmad Zainal Abidin mengatakan kemasan kaleng yang sudah rusak alias penyok tidak boleh dikonsumsi masyarakat.

Hal itu disebabkan pecahnya lapisan epoksi yang melapisi logam pada kaleng kemasannya, sehingga mengakibatkan terjadinya migrasi BPA ke dalam produknya.

"Jika itu terjadi, kemungkinan makanan atau minuman yang ada dalam kemasan itu bisa beracun,” kata Ahmad.

Sebelumnya, penelitian kemasan kaleng di Universitas Stanford dan Johns Hopkins University yang dipublikasikan Environmental Research menunjukkan adanya paparan BPA pada makanan kaleng.

BPOM diminta melakukan uji laboratorium terhadap paparan Bisfenol A (BPA) di dalam makanan kemasan kaleng.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News