Tak Maksimalkan Fungsi Intelijen

Tak Maksimalkan Fungsi Intelijen
Tak Maksimalkan Fungsi Intelijen
Sejauh ini, dari pengamatannya pemerintah sudah mempunyai data konflik di setiap daerah. Mereka sudah memiliki pemetaan daerah mana saja yang disinyalir sangat rawan akan konflik. Selain itu, daerah biasanya juga sudah hafal dengan karakteristik masyarakat, sehingga kenapa masih meminta untuk memantau media sosial dan pers. “Justru banyak kepala daerah yang memicu konflik, misalkan seperti kasus Ahmadiyah,” bebernya.

Seperti diketahui, dalam beberapa kasus kekerasan di tanah air, pemerintah dinilai selalu terlambat dalam melakukan antisipasi. Fungsi intelijen yang lemah dituding sebagai penyebab terlambatnya antisipasi pemerintah. Namun, pihak intelijen sendiri berdalih bahwa pihaknya tidak pernah terlambat dalam memasok informasi ke aparat terkait.

Hanya yang menjadi masalah adalah, pemilik kekuasaan untuk melakukan eksekusi atas informasi yang selalu lamban mengambil keputusan. Sehingga, ketika kerusuhan meledak dan pemerintah terlambat, intelijen yang dijadikan kambing hitamnya.

Ia menambahkan tidak ingin berspekulasi terlalu jauh soal pernyataan makna memantau dari Presiden SBY, namun sambungnya arahan itu jelas tidak diperlukan. Soal peran intelijen, pihaknya menegaskan bukannya SBY sudah tidak percaya lagi dengan Badan Intelijen yang biasa memasok informasi kepadanya, tetapi tindakan represif yang dilakukan aparat yang justru perlu diawasi. “Tugas intelijen sudah bagus yakni memasok informasi dan data kepada pihak yang berkepantingan. Itu sudah cukup,” tukasnya.

INSTRUKSI Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) supaya aparat pemerintahan aktif memantau media sosial menjadi perdebatan banyak kalangan. Tujuannya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News