Tak Tahu Kapan Lahir, Bingung saat Isi Kolom Agama

Tak Tahu Kapan Lahir, Bingung saat Isi Kolom Agama
Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Prof Zudan Arif Fakrulloh saat penyerahan dokumen penduduk masyarakat Baduy. Foto: Juneka/Jawa Pos

Dia mengaku telah mengikuti perekaman e-KTP. Pada saat penyerahan secara simbolis e-KTP itu, dia pun meminta agar Selam Sunda Wiwitan bisa dimasukkan dalam kolom agama.

Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Prof Zudan Arif Fakrulloh menuturkan, pembahasan soal kolom agama dan kepercayaan itu saat ini memasuki tingkat akhir. Dalam waktu dekat dibawa ke sidang kabinet terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo.

’’Prinsipnya, putusan Mahkamah Konstitusi akan dilaksanakan. Putusan MK itu meminta dituliskan kira-kira bunyinya menjadi Kepercayaan titik dua penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,’’ ujar Zudan seusai memberikan secara simbolis e-KTP, kartu keluarga, akta kelahiran, akta kematian, dan kartu identitas anak kepada warga Baduy di rumah dinas kepala desa Kanekes kemarin (19/2).

Mengenai permintaan warga Baduy yang menginginkan agama dalam kolom e-KTP ditulis Selam Sunda Wiwitan, Zudan mengungkapkan bahwa Sunda Wiwitan itu adalah sebuah organisasi. Yang menjadi kekhawatiran adalah bila lembaga adat tersebut bubar.

’’Jadi, tidak dituliskan Marapu, Pangestu, Sunda Wiwitan, Sumarah, apa ya nama-nama organisasi 187 itu tidak dituliskan. Tapi, dituliskan Penghayat terhadap Ketuhanan yang Maha Esa,’’ tegasnya.

Dia menyebutkan, untuk sementara ini, kolom agama bagi masyarakat Baduy dikosongi. Dia memastikan, bila sudah terekam dan tercetak, akan dengan mudah untuk mengubah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. ’’Menunggu sebentar lagi (sidang kabinet terbatas, Red). Kalau sudah pernah tercetak KTP, mengubahnya cepat sekali, 1–2 menit sudah selesai,’’ ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Desa (Jaro) Kanekes Saija menuturkan, dirinya pun berharap kolom agama tersebut bisa mengakomodasi Selam Sunda Wiwitan. Dia menyebutkan, pada perekaman sebelumnya, ada pencantuman agama Islam, tapi dikomplain warga yang merasa tidak memeluk Islam. Namun, tidak mencantumkan agama ternyata juga menjadi hal yang tidak mengenakkan. ’’Tidak dicantumkan agamanya, banyak yang bicara, tidak beragama orang Baduy,’’ ungkapnya.

Selain itu, memiliki e-KTP juga menjadi penegas identitas bagi orang Baduy. Sebab, Saija juga mendapat banyak kabar ada orang tak bertanggung jawab yang mengatasnamakan orang Baduy. Mereka menggunakan pakaian khas orang Baduy dan meminta sejumlah uang dengan mencatut Pu’un (tetua adat).

Partisipasi masyarakat Baduy di Kanekes dalam perekaman data e-KTP memang termasuk yang paling rendah. Ada pemicu yang berupa latar belakang budaya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News