Tanah Berlumpur Telan Rumah Diduga juga Mengubur Korban

Tanah Berlumpur Telan Rumah Diduga juga Mengubur Korban
Sejumlah warga meninggalkan perkampungan di wilayah Petobo, Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (30/9/2018). Foto: HARITSAH ALMUDATSIR/JAWA POS

Keterlambatan penanganan itu juga terlihat dari tidak hadirnya tim evakuasi sehari setelah Balaroa rata dengan tanah. Padahal, menurut Tomo, pagi setelah gempa terjadi, banyak korban yang sebenarnya masih hidup. Namun, mereka tidak bisa dievakuasi karena tidak adanya peralatan.

”Banyak yang minta tolong. Tapi, kami tidak bisa menjangkau,” jelasnya. Sehari setelah gempa, Tomo dan beberapa saudaranya berhasil mengevakuasi delapan korban. Tujuh di antaranya selamat.

Disinggung soal wacana pemakaman massal, Tomo tidak terlalu mempermasalahkan. Mau dijadikan pemakaman masal silakan. Tidak juga silakan. ”Yang pasti, kami butuh kejelasan. Di mana keluarga kami,” tuturnya.

Lurah Balaroa Rahmansyah mengatakan, hingga Minggu (7/10) setidaknya jenazah yang dapat dievakuasi mencapai 200 orang. Mereka tersebar di area titik reruntuhan seluas sekitar 10 hektare. Rahman memaparkan, desanya memiliki tiga area pemetaan. Yakni, wilayah Balaroa inpres, Balaroa perumahan, dan Balaroa kampung. Total penduduknya mencapai 13 ribu jiwa.

Wilayah paling terdampak berada di area Perumnas Balaroa. Dia belum bisa memberikan data terperinci mengenai jumlah penduduk yang selamat dan meninggal. Yang pasti, di area perumnas, penduduk Balaroa tercatat sebanyak 800 KK. ”Datanya belum bisa kami pastikan,” jelasnya.

Soal area perumnas yang dijadikan pemakaman massal, Rahman belum bisa memberikan jawaban. Soal itu, menurut dia, bergantung keputusan pemerintah pusat. Lurah hanya menjalankannya. (elo/tyo/jun/c10/agm)


Sebagian keluarga di Balaroa menyesalkan lambannya evakuasi dan identifikasi korban gempa dan tsunami di Sulteng.


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News