Tangani Perubahan Iklim, Wamenlu: Indonesia Menjaga Kesepakatan Perjanjian Internasional

Tangani Perubahan Iklim, Wamenlu: Indonesia Menjaga Kesepakatan Perjanjian Internasional
Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar. Foto: Kemlu

jpnn.com, JAKARTA - Isu perubahan iklim terus bergulir dengan segala dimensinya. Dalam kaitan ini, Indonesia berpegang teguh pada komitmen dan keputusan perjanjian internasional sebagai pedoman  bersama untuk melakukan langkah dan tindakan nyata maupun untuk mengatasi dampaknya.

Dalam kesepakatan multilateral seperti The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dan juga Paris Agreement itu disampaikan bahwa masing-masing negara melakukan perannya sesuai dengan kemampuan dan tanggung jawabnya dan dalam hal itu ada hal yang sangat penting bahwa konvensi Perubahan Iklim mengakui prinsip Common but differentiated responsibilities /CBDR.

Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar mengatakan Indonesia memiliki komitmen bahwa isu perubahan iklim bagi masing-masing negara memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk mencapai tujuan global dengan Nationally Determined Contributions (NDC).

“Tujuan bersama negara maju dan berkembang memiliki kondisi berbeda (prinsip tanggung jawab bersama tetapi berbeda). Ini sering terlupakan saja, padahal dalam perjanjian sendiri ada istilah perjanjian negara-negara anek-1 atau nonanek Indonesia, tetapi dalam implementasi terkesan bahwa tanggung jawab dan kewajiban seluruh negara dianggap sama,” ujar Mahendra Siregar, Senin (1/2/2021).

Lebih lanjut, Mahendra mengatakan prinsip itu juga kadang dilupakan, di level antarnegara juga begitu, apakah itu dari kacamata menjaga pertumbuhan, dan mengatasi kemiskinan, itu diangap bukan merupakan hak yang sama bagi negara berkembang untuk menjaga keseimbangan, menjaga lingkungan dan untuk pembangunan sosial ekonomi (bottom line).

Mahendera mengatakan, di negara-negara maju, isu kesenjangan sosial atau pembangunan sosial-ekonomi dianggap sebagai hampir memasuki masa puncak dan tidak lagi jadi isu dan tidak terkait dengan iklim.

Persepsi yang berbeda ini atau cara penyampaian dan cara pandang berbeda, bisa menimbulkan salah pengertian.

“Diplomasi iklim harus disampaikan konteks dan komitmen serta tujuan yang menyeluruh, dan apa yang sudah disepakati bersama tidak dipenggal-penggal sehingga merugikan pihak pihak tertentu. Kemudian terkait dengan CBDR, hak-hak negara berkembang untuk menjaga keseimbangan lingkungannya juga tak terganggu,” ujar Mahendra.

Indonesia berpegang teguh pada komitmen dan keputusan perjanjian internasional sebagai pedoman bersama untuk melakukan langkah dan tindakan nyata maupun untuk mengatasi dampaknya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News