Tangkis Radikalisme, Belajar Agama Harus Komprehensif

Tangkis Radikalisme, Belajar Agama Harus Komprehensif
Ilustrasi. Foto: AFP

"Jangan belajar agama dengan membaca sendiri atau belajar dari teman. Juga jangan hanya kursus atau belajar agama seminggu dua minggu tapi sudah merasa alim, itu bahaya. Agama Islam itu perlu didalami secara berkesinambungan sehingga agama itu jadi komprehensif dan secara keseluruhan, tidak parsial," tegas Dewan Pakar Masjid Agung Sunda Kelapa ini.

Dia mengaku memiliki pengalaman berdialog dan berkumpul dengan kelompok radikal untuk memilih dan memilah ayat-ayat Alquran dan hadis.

Di situ mereka menyampaikan ayat dan hadis  yang dianggap cocok dengan doktrin mereka, tapi yang tidak cocok mereka sembunyikan.

Saat dialog itu, Kiai Zakky memberikan pemahaman yang benar dengan menggunakan ayat-ayat serta hadis yang ringan agar seimbang. Dari situ, sebagian mereka bisa berubah.

Selain itu, dari pengalamannya lama membina remaja masjid, remaja kampus, muslim kampus, Kiai Zakky juga memberikan pemahaman yang sama beserta penjelasan yang gamblang tentang makna ayat-ayat Alquran dan hadis.

Dari situ terjadi dialog sehingga mereka mengerti mana yang benar dan mana yang salah.

"Saya ambil contoh, orang yang tidak salat itu dianggap kafir. Tapi ada hadis lain yang menegaskan itu bukan kafir nonmuslim tapi umat muslim mengingkari salah satu kewajiban Islam. Saya jelaskan bahwa yang membedakan muslim dan kafir itu bukan di situ, tapi dari kalimat syahadat,” ujarnya.

“Kalau orang bersyahadat itu pasti muslim, tapi kalau tidak bersyahadat itunon muslim. Kalau urusan ibadah itu urusan dia dengan Allah. Itu menjadi gambaran bahwa masih banyak orang tidak tahu sehingga banyak yang kepleset," jelas Imam Besar Masjid Arif Rahman Hakim Universitas Indonesia itu.

JAKARTA - Memahami agama Islam jangan hanya 'kulitnya' atau secara tekstual. Tetapi harus masuk ke wilayah isi agama itu sendiri (kontekstual).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News