Tanpa Jumbo

Oleh: Dahlan Iskan

Tanpa Jumbo
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Tidak ada staf yang kemudian menghadap bosnya untuk mengatakan: tidak bisa dijalankan. Staf di sana tidak akan bilang "transaksi sulit dilaksanakan''. Misalnya karena banyak masalah hukum dan administrasi. Sang bos akan marah. "Kalian digaji untuk menyelesaikan semua itu".

Di Hong Kong tugas staf adalah membereskan semua kesulitan yang timbul akibat kesepakatan. Kalau ada dokumen hukum yang tidak mendukung, harus diusahakan bagaimana agar dokumen itu ada. Kalau ada hitungan yang tidak cocok, bagaimana supaya cocok.

Maka jarang ada kesempatan bisnis di Hong Kong yang tidak jalan.

Di Singapura proses itu kebalikannya. Staf mempelajari dulu seluruh detailnya. Barulah bos bertemu. Untuk membuat keputusan.

Praktik bisnis yang seperti itu akan terus menjadi keunggulan tak terlihat di Hong Kong. Dan itulah keunggulan utamanya. Yang sulit digeser negara manapun.

Tentu kini Hong Kong sudah kehilangan salah satu keunggulan kecilnya. Hilang permanen. Tidak akan bisa kembali lagi. Yakni resto terapungnya itu. Yang Anda pasti pernah mencobanya: Restoran JUMBO. Ratu Elizabeth pun pernah makan di situ. Pun banyak bintang film.

Restoran JUMBO terbuat dari kapal. Terapung. Pintu gerbangnya dibuat seperti gerbang kerajaan Tiongkok masa lalu. Dapurnya terpisah. Juga kapal. Lebih kecil. Menempel di JUMBO.

Dapur itu tenggelam dua bulan lalu. Tidak ada masalah. Toh JUMBO lagi tutup. Sudah dua tahun tutup. Akibat pandemi.

Mungkin Anda punya teori sendiri. Apalagi Anda sudah tahu: Tiongkok itu miskin sekali. Setidaknya sebelum tahun 2000. Selama 80 tahun sebelum itu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News