Bagus: Zero ODOL Tanpa Kajian Komprehensif, Hasilnya akan Jadi Kontraproduktif

Bagus: Zero ODOL Tanpa Kajian Komprehensif, Hasilnya akan Jadi Kontraproduktif
Ilustrasi truk angkutan barang. Foto: Jambi Ekspres Online

jpnn.com, JAKARTA - Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) menyarankan agar pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan tidak terlalu terburu-buru dalam menerapkan zero Over Dimension Overload (ODOL) pada tahun 2023 mendatang.

Sebab, meski payung hukum pelaksanaannya sudah ada, tapi kalau zero ODOL itu dilakukan tanpa kajian-kajian yang lebih komprehensif, dikhawatirkan hasilnya akan menjadi kontraproduktif.
 
Dewan Pakar Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Bagus Dewanata, mengatakan akan banyak dampak yang ditimbulkan zero ODOL ini jika tidak dilakukan dengan kajian-kajian yang lebih komprehensif.

Salah satunya, dia mencontohkan saat zero ODOL itu nanti dilakukan berdasarkan kelas jalan yang ada saat ini.

Misalnya yang kelas jalannya kelas 3, jika nanti akan dipaksakan dilewati tipe truk yang tersedia di Indonesia seperti sekarang ini sesuai regulasi yang ditetapkan, itu pasti akan menurunkan kapasitas angkut.
 
"Konsekuensi logisnya adalah, jumlah truknya nanti akan bertambah. Bertambahnya berapa, itu tergantung pada berapa tingkat overload yang terjadi, dan masing-masing industri pasti beda angkanya," kata Bagus.
 
Jadi, menurut Bagus, kalau hanya bicara compliance-nya saja tanpa mempertimbangkan efektivitas dan esisiensinya, yang terjadi justru saat pelaksanaan zero ODOL nanti adalah jumlah truk yang ada di jalan menjadi double atau triple.

Kondisi itu akan membuat kecepatan akses di jalan akan turun. "Tingkat kecelakaan juga bukannya akan jadi turun tetapi naik. Kalau populasi truknya seperti itu, kemacetan juga jadi malah lebih parah karena jumlah kilometer jalannya tidak bertambah," ucap Bagus.
 
Kondisi-kondisi yang ditimbulkan Zero ODOL itu, menurut Bagus, malah akan menaikkan biaya logistik. Dengan biaya logistik yang naik, harga produk otomatis akan naik.

"Kalau naik, masyarakat pasti akan kesulitan untuk melakukan upgrading untuk bisa beli. Karena komoditas-komoditasnya sudah kelihatan semua ini adalah komoditas yang strategik, seperti yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur, semen, kaca, makanan minuman, dan CPO," tukasnya.
 
Belum lagi kalau memperhitungkan dampak inflasinya. "Kalau sudah terjadi seperti itu, domestiknya akan menjadi repot, begiui juga ekspornya. Karena, biaya logistik tinggi, komponen-komponen itu akan menurunkan daya saingnya kita," tuturnya.
 
Akibatnya, kata Bagus, penerimaan pajak negara dari ekpor turun. Begitu juga kapasitas yang sudah tersedia sekian banyak, karena tidak bisa terserap akibat kemahalan akan dibuang.
 
"Nah, menurut saya, kajian terhadap zero ODOL ini perlu dilakukan secara komprehensif. Dan dalam konteks ini saya lebih mengajak adanya kebersamaan berpikir yang disepakat antar semua stakeholder, untuk sama-sama melakukan penelitian supaya bisa didapatkan ekeftifitas dan efisiensi yang sangat tinggi dari transportasi darat kita," ujarnya.
 
Ditegaskan, pendekatan komprehensif untuk melakukan perubahan atau shifting logistik secara keseluruhan itu harus dilakulkan terhadap angkutan darat secara keseluruhan. "Zero ODOL itu kan sebenarnya mencoba untuk mengatur sesuatu yang ada dengan angkutan darat," tukasnya.
 
Nah, meski payungnya sudah ada, menurut Bagus, perlu pemikiran secara komprehensif untuk membangun sistem strategi nasional bagi angkutan darat idengan kerangka kerja yang mempertimbangkan komoditas dan infrastruktur yang kita miliki saat ini. Artinya, bicara tentang jalan, jenis truk, dan didorong untuk memiliki efektivitas dan nilai efisiensi yang tinggi.

Baca Juga: Mbak Farida Setiap Hari Buka Warung Sayur, Ternyata Cuma Kedok Belaka

"Nah, kalau konsen itu dipahami oleh semua pihak dan disepakati, konsekuensi penerapan zero ODOL itu menjadi sangat jelas," kata Bagus.(dkk/jpnn)

Dewan Pakar Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Bagus Dewanata, mengatakan akan banyak dampak yang ditimbulkan zero ODOL ini jika tidak dilakukan dengan kajian-kajian yang lebih komprehensif.


Redaktur : Budi
Reporter : Muhammad Amjad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News