Target Prolegnas 2011 Gagal Tercapai

Target Prolegnas 2011 Gagal Tercapai
Target Prolegnas 2011 Gagal Tercapai
Harus diakui, kata Ronald, evaluasi terhadap kualitas UU  lebih kompleks dan akan menghasilkan sebuah penilaian yang berbeda-beda antara satu UU dengan UU yang lainnya.

Meskipun bisa saja kemudian ditemukan tren atau kecenderungan tertentu. PSHK tidak lagi melihat kriteria penilaian kualitas UU hanya didasarkan pada seberapa banyak suatu UU diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Karena bisa saja dalam satu periode atau jangka waktu tertentu, sebuah UU tidak diajukan judicial review ke MK, namun fakta-fakta kerugian konstitusional baru dirasakan beberapa waktu kemudian," tegasnya.

Seberapa efektif UU, bisa dilihat dari kemampuan UU tersebut mengatasi sejumlah permasalahan dalam jangka waktu yang lama. Tapi bukan berarti jika sebuah UU tidak diajukan judicial review, UU tersebut tidak menyimpan atau menimbulkan persoalan hingga kemudian perlu diubah atau bahkan diganti.

Sebagai contoh UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang baru saja diganti dan disahkan UU penggantinya pada masa sidang lalu. Atau kehendak Mahkamah Agung (MA) yang ingin menerapkan sistem kamar. Sebagian pengaturannya ada di level UU. "Tapi untuk menghadirkan materi pengaturan tentang sistem kamar kan tidak harus kemudian diajukan lebih dulu judicial review ke MK. Malah Pemerintah dan DPR melakukan revisi terbatas," jelasnya kembali. (boy/jpnn)

JAKARTA - Direktur Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK) Ronald Rofiandri  menegaskan, pada Prolegnas RUU prioritas tahunan 2011,


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News