Tempat Pembuangan Kucing Liar, Kini 3 Bulan Raup Rp 400 Juta

Dinamai Pulau Kucing lantaran dulunya pulau-pulau itu merupakan tempat pembuangan kucing liar. Warga yang tak menginginkan kucing liar biasanya mengasingkan kucing ke pulau.
”Sampai sekarang masih banyak kucing liar di pulau. Warga sering kasih makan ikan jika ke pulau,” kata Kepala Desa Fukweu, Muhammad Nuh Buamona.
Pada 2017, warga mulai melihat potensi pariwisata Pulau Kucing. Sebagian dana desa digunakan untuk pengembangan pulau-pulau yang dikelilingi mangrove itu.
”Rp 200 juta lebih dana desa digunakan untuk pengembangan awal Pulau Kucing. Fasilitas dibangun oleh pemuda dan warga setempat. Setelah itu baru pengelolaannya diserahkan ke BUMDes,” ungkap Nuh.
Dengan dana tersebut, dibangunlah enam buah gazebo, pengadaan wahan permainan sepeda air, dan fasilitas karaoke keluarga. Warga setempat juga menyediakan kuliner tradisional seperti pisang goreng, kelapa muda, dan ikan bakar untuk dijual.
”Dari tiga pulau, baru setengah pulau yang bisa kami kelola. Mudah-mudahan ke depan makin besar pemasukan yang bisa kami gunakan untuk pengembangan ke areal yang lebih luas,” ujar Subandi.
Awalnya, Pulau Kucing hanya dibuka pada akhir pekan dan hari libur. Namun animo pengunjung yang begitu besar membuat tempat wisata ini akhirnya dibuka tiap hari.
”Pada Tahun Baru 2018 kemarin saja pengunjung kami tercatat mencapai 1.000 orang. Pada weekend pengunjung di atas 100,” tutur Subandi.
Dulu, pulau ini dikenal sebagai sebagai tempat pembuangan kucing liar. Kini, Pulau Kucing dikenal sebagai destinasi wisata.
- Traveloka Bagikan 5 Ide EPIC untuk Liburan Tak Terlupakan
- Prof Azril: PIK 2 Harus Menjadi Model Pariwisata Urban
- Traveloka Luncurkan EPIC Sale Serentak Pertama di Asia Pasifik
- Politikus PSI Kevin Wu: PIK Tumbuh Jadi Salah Satu Destinasi Wisata Religi dan Ruang Toleransi di Jakarta
- Wisatawan Indonesia Diharapkan Berbondong-bondong Liburan ke Taiwan
- 4 Langkah Pantai Indah Kapuk Jadi Destinasi Wisata Kelas Dunia