Tempe Setelah Belajar Dorayaki

Oleh Dahlan Iskan

Tempe Setelah Belajar Dorayaki
Rustono, pembuat tempe di Jepang bersama istrinya di Kyoto. Foto: disway.id

Kian nyata ternyata mimpinya. Tapi juga kian menakutkannya. Setidaknya mengkhawatirkannya.

Bagaimana bisa: hidup dengan wanita asing. Di negara asing. Semimpi-mimpinya kawin dengan tamu hotel tidak ia bayangkan sejauh itu.

Rustono minta waktu dua minggu. Ia belum berani juga memberitahu ibunya di desa, di Grobogan.

Ia hubungi dulu teman-temannya: siapa tahu kenal laki-laki yang kawin dengan wanita Jepang. Dan tinggal di Jepang. Ia akan minta nasihat. Bagaimana rasanya. Apa saja problemnya.

Ketemu. Satu orang Bandung. Ia cari nomor telponnya. Ia hubungi.

”Jangan seperti saya,” kata orang itu. ”Harus kerja dari subuh sampai malam. Tidak bisa ketemu anak. Waktu berangkat anak belum bangun. Waktu pulang anak sudah tidur,” tambahnya.

Orang itu lantas memberi saran. Jadi pengusaha saja. Kecil-kecilan tidak apa.

Nasihat itu yang terus terngiang di telinganya: jadi pengusaha. Lantas ia ajak Tsuruko bicara. Ia ceritakan nasihat tersebut. 

Enam bulan setelah kata cinta di Parangtritis, Tsuruko benar-benar datang ke Jogja lagi. Menunjukkan dua komitmen cintanya: menepati janjinya untuk datang.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News