Tenaga Kesehatan di Indonesia Berjuang Antara Selamatkan Pasien dan Keluarga Sendiri

Tenaga Kesehatan di Indonesia Berjuang Antara Selamatkan Pasien dan Keluarga Sendiri
Tes usap (swab test) COVID-19 dengan cara tes anal dilakukan terhadap warga yang menjalani karantina di China. (AP: Mark Schiefelbein)

"Kalau kelelahan mereka bisa juga jatuh sakit. Kalau sakit tidak bisa membantu masyarakat."

"Masyarakat perlu menyadari bahwa COVID-19 itu nyata dan dampaknya sangat besar, khususnya pada garda-garda terdepan seperti tenaga kesehatan," jelasnya.

Tim Mitigasi dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mencatat jumlah tenaga kesehatan yang meninggal akibat COVID-19 telah mencapai 647 orang, paling banyak adalah dokter sebanyak 289 orang dan 221 orang adalah perawat.

Sementara Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Profesor Abdul Kadir mengatakan tempat tidur pasien yang sudah digunakan di rumah sakit setelah liburan akhir tahun mencapai 70 hingga 75 persen.

"Ini menyebabkan kita berada pada titik kritis, jika kenaikan kasus tidak dibarengi peningkatan jumlah tempat tidur, maka akan banyak pasien yang tidak bisa mendapat pelayanan di rumah sakit," ujarnya dalam pemaparan di YouTube, Kamis kemarin.

Dokter tak Bisa pulang ke rumah

Tenaga Kesehatan di Indonesia Berjuang Antara Selamatkan Pasien dan Keluarga Sendiri Photo: Dr Dita Ralena bersama kedua orang tuanya, Irvandi Ferizal dan ibunya Ayu Puspita Lena. (Koleksi pribadi)

 

Akibat risiko tinggi tertular virus corona, dr Dita tidak bisa pulang ke rumah orangtuanya.

Sebuah keputusan yang disambut oleh keluarganya, termasuk ayahnya, Irvandi Ferizal yang selalu merasa khawatir dengan putrinya.

Sudah tiga bulan dokter muda Nadhira Anindita Ralena dikarantina di salah satu tower di kawasan Wisma Atlet Kemayoran Jakarta

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News