Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor

DR. Bambang Poernomo S.H. dalam buku ‘Pelaksanaan Pidana Penjara dengan Sistem Pemasyarakatan’ terbitan 1986 menyodorkan catatan lain. Lapas Permisan merupakan penjara tertua di Nusakambangan.
Penjara di sisi selatan Nusakambangan itu dibangun pada 1908. Lokasi itu dipilih dengan pertimbangan napi yang kabur dari Permisan akan hilang (vermist) ditelan gelombang laut atau dimakan binatang buas di hutan sekelilingnya.
Setelah ada Boei Permisan (nama awal Lapas Permisan), pemerintahan kolonial Hindia Belanda membangun Boei Karanganyar dan Boei Nirbaya pada 1912.
Adapun pada 1921, giliran pembangunan Boei Karanganyar dan Boei Nirbaya. Syahdan, tiga lapas lainnya, yakni Boei Batu, Boei Karangtengah, dan Gliger dibangun pada 1925.
Sepuluh tahun kemudian atau pada 1935, giliran Boei Limus Buntu dan Cilacap yang didirikan. Terakhir ialah Boei Kembang Kuning yang dibangun pada 1940.
Buku “Mengenal Pulau Nusakambangan Dari Dekat” karya Soekarno Brotokoesoemo mendedahkan awal Belanda memanfaatkan pulau itu sebagai penjara justru didasari pertimbangan untuk mencari keuntungan.
Para napi dipenjara di Nusakambangan bukan karena berstatus penjahat kelas kakap, melainkan dimanfaatkan tenaganya untuk bekerja di perkebunan karet.
Namun, pada 16 April 1962, Mr. Soedarman Gandasoebrata selaku kepala Jawatan Kepenjaraan saat itu menerbitkan surat yang memuat ketentuan tentang kriteria napi yang bisa dikirim ke Nusakambangan.
Nusakambangan sudah menjadi tempat bagi orang-orang hukuman di era pemerintahan kolonial. Namun, dahulu Nusakambangan bukan untuk penjahat kelas kakap.
- Prabowo Percaya Hakim Bergaji Besar Tidak Bisa Disogok
- KPK Periksa Mantan Direktur LPEI Terkait Kasus Korupsi Fasilitas Kredit
- Dukung RUU Perampasan Aset, Prabowo Sentil Koruptor: Enak Saja Sudah Nyolong...
- Yunus Wonda Diminta Bertanggung Jawab di Kasus PON XX Papua
- MUI Dukung Kejagung Membongkar Habis Mafia Peradilan
- Eks PJ Wali Kota Pekanbaru dan 2 Anak Buahnya Akui Terima Gratifikasi Miliaran Rupiah