Terkait Impor Hortikultura, Kementan Hanya Beri Rekomendasi Teknis

Terkait Impor Hortikultura, Kementan Hanya Beri Rekomendasi Teknis
Lahan sayur dan tanaman hortikultura di wilayah Belitung. Foto: Humas Kementan

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Prihasto Setyanto menegaskan bahwa Kementan memiliki aturan dalam melindungi pangan yang akan dikonsumsi masyarakat. Aturan itu bahkan sudah memiliki dasar hukum, yakni Permentan Nomor 38 Tahun 2017 j.o. 24 Tahun 2018.

"Selanjutnya kita sebut dengan istilah RIPH (Rekomendasi Impor Produk Hortikultura). Aturan ini bukan sekedar kertas rekomendasi tanpa makna. Kami tidak main-main dengan RIPH karena itu menyangkut keamanan pangan rakyat Indonesia dan kualitas generasi penerus bangsa," ujar Prihasto, Jumat (16/8).

Menurut Prihasto, didalam Permentan itu juga diatur mengenai tata cara penerbitan RIPH. Kemudian mengenai persyaratan administrasi dan teknis. Persyaratan administrasi sendiri berisi kelengkapan data importir. Sedangkan persyaratan teknis hanya mengatur produk yang dimaksud.

"Yang jelas, kita harus melindungi bumi, air dan kekayaan plasma nutfah hortikultura nasional dari ancaman OPTK (Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina). Apalagi, potensi ancaman itu sangat mungkin terbawa dari bahan pangan impor. Jangan sampai kawasan produksi pertanian kita hancur akibat serangan penyakit yang secara laten terbawa dari produk impor," katanya.

Secara singkat, rekomendasi RIPH adalah persyaratan wajib bagi importir yang akan melakukan impor komoditas hortikultura. Rekomendasi ini hanya diterbitkan Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura untuk menjaga mutu dan kualitas produk yang masuk ke Indonesia.

"Kita harus memperketat semua akses pintu masuk impor karena ini adalah persoalan serius dan tidak bisa dianggap main-main. Makanya, kami sangat hati-hati dalam menerbitkan rekomendasi impor komoditas hortikultura," katanya.

Asal tau saja, bahwa proses impor yang dilakukan Kementan hanya sekedar memberi rekomendasi teknis seperti mengatur persyaratan keamanan Pangan Segar Asal Tumbuhanl (PSAT), melengkapi hasil analisis risiko organisme pengganggu tumbuhan dari Badan Karantina Pertanian serta menyertakan sertifikat Good Agricultural Practices (GAP) berstandar internasional.

"Berikutnya adalah melakukan registrasi bangsal panen dari negara asal dan data kapasitas produksi dari kebun atau lahan yang telah diregistrasi di negara asal. Artinya sama sekali tidak mengatur besaran volume," katanya.

Sedangkan terkait syarat teknis rekomendasi impor seperti bawang putih diberi syarat tambahan. Syarat yang dimaksud ialah wajib bermitra dengan petani dan menanam produksi sebanyak 5 persen dari volume pengajuan impor.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News