Ternyata Masih ada Ratusan Korban yang Dipasung

Ternyata Masih ada Ratusan Korban yang Dipasung
Ilustrasi. Foto: dok. Radar Madura

SURABAYA –Pemprov Jawa Timur sejak 2014 lalu sudah melarang pemasungan terhadap warga yang mengalami gangguan psikosis. Namun, larangan itu ternyata belum sepenuhnya dilaksanakan. Masih saja ada masyarakat yang mengamankan anggota keluarganya dengan cara tersebut.

Pada 2014 jumlah pasien terpasung sebanyak 674 orang. Semakin lama, jumlah itu semakin bertambah. Bahkan, hingga kemarin (19/5), jumlah yang terdata dalam aplikasi e-pasung Dinas Sosial Provinsi Jatim mencapai 2.094 orang.

 ''Itu jumlah total pasien yang terpasung dan yang sudah lepas, tapi masih menjalani perawatan,'' ujar Kadinsos Jatim Sukesi.

Di antara 2.094 pasien, 728 orang masih terpasung. Sisanya sudah dilepas dan dalam masa penyembuhan. Jenis pasungannya pun beragam. Ada yang kakinya dikunci pada batang pohon. Ada juga yang dikurung di dalam seperti penjara atau kamar.

Menurut Sukesi, jumlah pasien semakin banyak bukan karena kurangnya penanganan. Tetapi, pasien dari tahun sebelumnya masih menjalani perawatan dan belum sembuh hingga sekarang. Data mereka masih tersimpan di dalam database e-pasung.

Jumlah kasus pasien psikosis terbanyak saat ini berada di Kediri. Yakni, 150 kasus. Namun, jumlah pasien terpasung terbanyak ada di Kabupaten Malang. Yakni, 65 kasus. Di Surabaya, masih ada dua orang yang dipasung dan dua lainnya dalam masa penyembuhan. Tepatnya, di Dukuh Pakis, Pulosari.

Selama ini dinsos memiliki 110 tenaga pendamping untuk merawat pasien psikosis dan terpasung. Sebagian besar di antara mereka adalah tenaga kesehatan sosial kecamatan (TKSK) yang ditunjuk dinsos. Setiap pendamping mendapat jatah 15 pasien.

''Kami pilih TKSK karena jaringan mereka kuat, bisa saling membantu. Selain itu, setiap bulan mereka update data pasien,'' terangnya.

Pemprov juga memiliki UPT rehabilitasi sosial khusus untuk penyembuhan pasien psikosis setelah keluar dari rumah sakit. Saat ini ada dua UPT yang berada di Pasuruan dan Kediri. Namun, daya tampungnya terbatas. Bahkan, saat ini sudah kelebihan kapasitas. Hal itu terjadi karena banyak warga yang tidak mau lagi menerima anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa.

Rencananya, dinsos mengajukan penambahan tenaga pendamping. Sebab, jumlah pasien terus meningkat. Padahal, tenaga yang saat ini tersedia semakin tidak mencukupi untuk memantau seluruh pasien.

Seorang pendamping dituntut memiliki jiwa sosial yang tinggi. Sebab, setiap bulan mereka hanya diberi bayaran Rp 300 ribu sebagai apresiasi dari pekerjaannya. Setiap hari mereka harus berkeliling dari rumah satu pasien ke pasien lain untuk meminumkan obat.

Sementara itu, saat ini Jatim juga masih minim jumlah dokter jiwa. Sukesi mengatakan, dari 38 kota/kabupaten, jumlah dokter jiwa hanya sekitar 20 orang. Karena itu, mengatasi pasien psikosis tidak hanya menjadi tugas pemerintah, tetapi juga seluruh masyarakat. (ant/c7/oni/flo/jpnn)
 

 



Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News