Tiga Dekade Kasus Marsinah: Buruh Masih Berjuang Sendiri?

Tiga Dekade Kasus Marsinah: Buruh Masih Berjuang Sendiri?
Tiga puluh tahun kasus pembunuhan Marsinah, makin gencar desakan untuk menjadikannya pahlawan nasional. (Foto: LBH Jakarta )

Ia dikenal sebagai perempuan yang cerdas, karena sering menduduki peringkat pertama di kelasnya. Tapi ia tidak bisa meneruskan pendidikannya ke perguruan tinggi karena tak punya biaya.

Di tempatnya bekerja, Marsinah juga aktif dalam organisasi buruh Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) unit kerja PT CPS.

SPSI saat itu merupakan satu-satunya organisasi buruh di Indonesia, karena pemerintah masa orde baru saat itu menerapkan aturan wadah tunggal organisasi. Artinya hanya boleh ada satu organisasi saja untuk setiap organisasi profesi atau pekerja.

Pada pertengahan Maret 1993, gubernur Jawa Timur Soelarso mengeluarkan surat edaran yang mengimbau seluruh pengusaha di Jawa Timur untuk menaikkan upah buruh sebesar 20 persen dari gaji pokok, menggerakkan sejumlah buruh menuntut realisasi dari surat edaran ini, bahkan banyak di antaranya yang mogok kerja.

Marsinah adalah salah satu buruh yang vokal dalam tuntutan buruh di tempat kerjanya, termasuk memelopori penolakan perusahaan yang menyuruh buruh kembali bekerja saat mogok. 

Ia termasuk dari 15 orang perwakilan buruh yang berunding dengan perusahaan dan Departemen Tenaga Kerja di Sidoarjo.

Dua belas tuntutan Marsinah

Karena kebuntuan negosiasi tanggal 3 dan 4 Mei 1993, seluruh karyawan PT CPS mogok dan berunjuk rasa menuntut kenaikan upah dari Rp1.700 menjadi Rp2.250.

Ini sesuai dengan Keputusan Menteri No. 50/1992 yang di dalamnya mencantumkan upah minimum regional di Jawa Timur saat itu.

Tewas dibunuh tanpa pernah diungkap pelakunya tepat 30 tahun lalu, kami hadirkan kembali sosok Marsinah dalam tulisan berikut

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News