Tiga Dekade Kasus Marsinah: Buruh Masih Berjuang Sendiri?
Namun dalam laporan penelitiannya berjudul "Ke Arah Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan: Kajian Kasus-kasus Penyiksaan Belum Terselesaikan", Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mencatat ada 12 tuntutan yang disodorkan oleh Marsinah dan rekan-rekan buruh lainnya.
Campur tangan militer
Di bawah rezim militeristik yang dipimpinnya pada masa Orde Baru, presiden Soeharto memastikan adanya payung hukum untuk mengawasi dan mengatur protes buruh, di antaranya Surat Keputusan Bakorstanas No.02/Satnas/XII/1990 dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 342/Men/1986.
Di sana tertulis, jika terjadi perselisihan antara buruh dengan pengusaha, militer berhak jadi mediator atau penengah.
Merekalah yang kemudian dihadapi Marsinah dan rekan-rekan buruh yang mogok dan melangsungkan protes.
Saat aksi mogok hari pertama, Yudo Prakoso, koordinator aksi, ditangkap dan dibawa ke Kantor Koramil 0816/04 Porong.
Dia diinterogasi dan dituduh melakukan protes dengan cara yang mirip aksi Partai Komunis Indonesia (PKI).
Saat ia memenuhi panggilan aparat militer, Marsinah kemudian yang memegang kendali memimpin protes buruh.
Keesokan harinya, pada 4 Mei 1993, aksi mogok kembali berlangsung. Namun pihak PT CPS bernegosiasi dengan 15 orang perwakilan buruh, termasuk Marsinah, Departemen Tenaga Kerja, petugas Kecamatan Siring, serta perwakilan polisi dan Koramil.
Tewas dibunuh tanpa pernah diungkap pelakunya tepat 30 tahun lalu, kami hadirkan kembali sosok Marsinah dalam tulisan berikut
- Dunia Hari Ini: Pria Australia Diancam 12 Tahun Penjara di Bali
- Indonesia Resmi Gabung GCSJ, Ini Harapan Sekjen Kemnaker Anwar Sanusi
- Dunia Hari Ini: Australia Akan Mempersulit Orang yang Suka Gonta-ganti Visa
- Dunia Hari Ini: Lukisan Raja Charles Jadi Serangan Aktivis Pencinta Hewan
- Dunia Hari Ini: Misteri Kematian Presenter TV Inggris Akhirnya Terjawab
- Vina Setelah 8 Tahun: Cerita yang Belum Selesai