Tiga Paus Mati di Wilayah Bali, BPSPL Sebut Ini Penyebabnya

Tiga Paus Mati di Wilayah Bali, BPSPL Sebut Ini Penyebabnya
Dokter hewan melakukan nekropsi bangkai Paus Sperma (Physeter macrocephalus) yang terdampar di Pantai Yeh Leh, Jembrana, Bali, Minggu (9/4/2023). ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo

Setelah dilakukan uji laboratorium, kata dia, untuk dua kasus paus mati di dua wilayah berbeda yakni di Jembrana dan Karangasem ditemukan paus jenis sperma (Physeter macrocephalus), sementara untuk paus di Pesisir Pantai Batu Lumbang, Kecamatan Selemadeg, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali itu jenisnya bryde atau Paus Edeni (Balaenoptera Brydei).

Yudiarso mengatakan dalam penelitian yang dipelajari, ada beberapa penyebab kematian hewan mamalia tersebut, yakni kebisingan suara di laut, perubahan cuaca ekstrem, perubahan kontur laut dan arus, serta bencana alam.

Dengan adanya fenomena kematian paus tersebut, kata dia, pihaknya menaruh perhatian lebih terhadap kesehatan laut Indonesia.

Yudiarso menyatakan bahwa ada sesuatu yang memengaruhi kesehatan laut walaupun secara teknis paus ini bermigrasi ke mana pun untuk menjadi bahan evaluasi.

Yudiarso menjelaskan dalam pengamatan Kementerian Kelautan fenomena kematian mamalia laut tersebut telah terjadi selama 19 kali di wilayah BPSPL Denpasar yang membawahi empat provinsi.

"Dari akhir Maret sampai awal April ini total ada 19 kejadian. 3 di Bali, satu di Jawa Timur di Sumenep, sisanya beberapa kejadian di NTT," katanya.

Dia mengatakan setelah dilakukan beberapa pemeriksaan akan adanya polusi suara seismik di dalam perairan, pihaknya tidak menemukan adanya fenomena seperti itu di selatan wilayah Samudra Hindia yang menjadi wilayah kerja BPSPL Denpasar.

Namun demikian, ada indikasi karena adanya pencemaran lingkungan khususnya wilayah perairan khususnya karena sampah.

Saat ini Kementerian Kelautan tengah bekerja sama dengan dokter hewan untuk menjelaskan secara pasti penyebab kematian Paus di Wilayah Bali.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News