TII Minta Presiden Tolak Pembahasan Revisi UU KPK

TII Minta Presiden Tolak Pembahasan Revisi UU KPK
Ilustrasi KPK. Foto: Ricardo/JPNN.com

Poin revisi dinilai tidak relevan dengan semangat penguatan lembaga antikorupsi berdasarkan mandat UNCAC maupun prinsip-prinsip Jakarta. Ketergantungan secara institusi akan memengaruhi KPK dalam menjalankan tugasnya.

Kemudian, penyelidik hanya berasal dari Polri (pasal 43 ayat 1). TII menilai kebijakan ini tidak sejalan dengan penguatan institusi KPK untuk dapat mengangkat penyelidik dan penyidik secara mandiri. Padahal, pegawai yang mandiri merupakan syarat penting yang tidak boleh diabaikan guna menciptakan penegakan hukum korupsi yang efektif. Keberadaan penyelidik dan penyidik yang berasal dari institusi lain justru dapat menimbulkan loyalitas ganda dan konflik kepentingan dalam institusi KPK.

"Lalu, penyelidik dan penyidik KPK diatur harus melalui mekanisme yang dirancang oleh institusi kepolisian dan/atau kejaksaan (pasal 43A ayat 1 huruf c dan pasal 45A ayat 1 huruf c). Faktanya selama ini KPK secara mandiri mampu menyelenggarakan rekrutmen terhadap penyelidik dan penyidik tanpa harus melalui institusi kepolisian dan kejaksaan," kata Dadang.

Bahkan, KPK telah menjalin kerjasama dengan penegak hukum di negara lain terkait dengan rekrutmen penyelidik dan penyidik.

Menurut Dadang, jika proses dan mekanisme pengangkatan penyelidik serta penyidik diwajibkan melalui skema institusi tersebut, maka kondisi yang ada berpotensi memunculkan konflik kepentingan jangka panjang. Sama halnya ketika banyak pihak mempersepsikan bahwa penyidik KPK harus berasal dari institusi penegak hukum lain.

TII juga menilai keberadaan dewan pengawas sebagaimana diatur dalam Bab VA tentang Dewan Pengawas, dengan segala kewenangan yang diberikan dalam RUU, berpotensi mengancam proses pelaksanaan tugas penegakan hukum. Baik dalam hal penyidikan maupun penuntutan perkara. Padahal, sistem pengawasan KPK selama ini telah berjalan dengan baik.

Karena itu, TII meminta presiden menolak pembahasan revisi UU KPK dengan tidak mengirimkan surat presiden (Surpres). Presiden tidak boleh tidak tahu terhadap inisiatif revisi UU KPK.

TII juga mendesak DPR untuk segera menarik revisi UU KPK yang telah disepakati. TII menilai poin-poin perubahan yang diusulkan sangat berpotensi mengurangi kewenangan dan independensi yang dimiliki KPK.

Transparency International Indonesia (TII) menilai, kesepakatan merevisi kembali UU KPK di ujung masa bakti DPR 2014-2019, memperlihatkan adanya upaya pelemahan kelembagaan KPK

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News