TII Minta Presiden Tolak Pembahasan Revisi UU KPK

TII Minta Presiden Tolak Pembahasan Revisi UU KPK
Ilustrasi KPK. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Transparency International Indonesia (TII) menilai, kesepakatan merevisi kembali UU KPK di ujung masa bakti DPR 2014-2019, memperlihatkan adanya upaya pelemahan kelembagaan KPK secara sistematis. Apalagi dalam rapat paripurna DPR Kamis (5/9) kemarin, telah disepakati empat poin revisi yang mengatur perubahan kedudukan dan kewenangan KPK.

Pertama, penyadapan yang dilakukan KPK harus melalui izin Dewan Pengawas KPK. Kedua, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, KPK diawasi oleh Dewan Pengawas KPK. Ketiga, KPK diberikan kewenangan untuk menghentikan penyidikan dan penuntutan (SP3), jika kasus tidak selesai dalam jangka waktu paling lama satu tahun.

Keempat, kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum ditempatkan sebagai cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan. Pegawai KPK diatur menjadi aparatur sipil negara (ASN) yang tunduk sesuai peraturan perundang-undangan dan status penyelidik serta penyidik diatur harus berasal dari institusi tertentu dengan menggunakan sistem rekrutmen sesuai institusi tersebut.

"Pasal 6 Konvensi Antikorupsi PBB (UNCAC) sudah menegaskan, lembaga antikorupsi harus dilengkapi dengan independensi yang diperlukan untuk menjalankan fungsinya secara efektif dan bebas dari pengaruh yang tidak semestinya, serta sumberdaya material, staf, dan pelatihan yang memadai," ujar Sekjen TII Dadang Trisasongko dalam siaran pers yang diterima, Jumat (6/9).

BACA JUGA: Semestinya Pegawai KPK Bisa Bersikap Netral dan Tak Asal Tuduh soal Capim

Menurut Dadang, syarat yang ditetapkan dalam Pasal 6 Konvensi Antikorupsi PBB (UNCAC) seharusnya dilaksanakan mengingat Indonesia telah menjadi negara pihak pada UNCAC sejak ratifikasi 18 Desember 2003 lalu.

"TII menilai seluruh substansi RUU yang diajukan DPR ini berpotensi mengancam independensi KPK," ucap Dadang.

Hal-hal yang dimaksud meliputi, sumber daya manusia KPK di masa depan tidak lagi mencirikan sebagai sebuah lembaga yang independen. Dalam naskah RUU KPK, pegawai lembaga antirasuah dikategorikan sebagai aparatur sipil negara (ASN) yang tunduk pada sistem di bawah kementerian yang membidangi kepegawaian.

Transparency International Indonesia (TII) menilai, kesepakatan merevisi kembali UU KPK di ujung masa bakti DPR 2014-2019, memperlihatkan adanya upaya pelemahan kelembagaan KPK

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News